tirto.id - Mabit atau bermalam di Muzdalifah dengan cara melintas memakai kendaraan (Murur) setelah dari Arafah dihukumi sah oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Fatwa ini sudah melalui sejumlah ulama NU bersama perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag).
Keputusan ini diambil melalui musyawarah yang berlangung pada 28 Mei 2024. Diskusi dihadiri sejumlah pengurus syuriah NU dan perwakilan perwakilan Kemenag RI, di antaranya Staf Khusus Menag Ishfah Abidal Aziz dan Direktur Bina Haji Arsad Hidayat.
Keputusan dituangkan dalam Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, Jumat (31/5/2024). Dengan skema murur, jemaah haji tetap berada di dalam bus dan tidak harus turun dari kendaraan saat melintasi kawasan Muzdalifah, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
"Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa Mabit di Muzdalifah secara murur hukumnya sah jika murur di Muzdalifah tersebut melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, karena mencukupi syarat mengikuti pendapat wajib mabit di Muzdalifah," demikian bunyi keputusan tersebut.
Namun syarat hukum murur ini masa mabitnya belum melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, maka dapat mengikuti pendapat bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa ulama. Misalnya, dalam Hasyiyah al-Jamal 'ala Syarh al-Manhaj dijelaskan bahwa berkenaan ungkapan Zakariya al-Anshari tentang wajib mabit sebentar, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa mabit hukumnya sunnah. Ar-Rafi'i bahkan mengunggulkan pendapat ini.
Dalam Hasyiyah Ibn Hajar 'ala Syarh al-Idhah, dijelaskan juga tentang dua pendapat asy-Syafi'I tentang Mabit di Muzdalifah, wajib dan sunnah. Bila seseorang mengikuti pendapat yang mengatakan mabit itu wajib, maka dam-nya wajib. Apabila seseorang mengikuti pendapat yang mengatakan mabit itu sunnah maka dam-nya sunnah.
Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama juga memutuskan bahwa kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah, sehingga hajinya sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam.
Sebab, kondisi jemaah yang berdesakan borpotensi menimbulkan mudharat/masyaqoh dan mengancam keselamatan jiwa jemaah.
"Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah," demikian dikutip dari kesimpulan musyawarah.
Musyawarah untuk menentukan boleh tidaknya murur di PBNU ini dipimpin oleh Rais ‘Aam Kiai Miftachul Akhyar dan Katib Aam Ahmad Said Asrori. Musyawarah berlangsung secara hybrid, daring dan luring, diikuti Kiai Afifuddin Muhajir dan Kiai Musthofa Aqiel Siraj.
Kemudian Kiai Masdar F Masudi, Sadid Jauhari, Abd Wahid Zamas, Kafabihi Mahrus, M Cholil Nafis, Muhibbul Aman Aly, Nurul Yaqin, Faiz Syukron Makmun, Sarmidi Husna, Aunullah A’la Habib, Muhyiddin Thohir.
Selain itu juga hadir Kiai Moqsith Ghozalie, Reza A Zahid, Tajul Mafakhir, Habib Luthfi Al-Athas, dan Kiai Abd Lathif Malik.
Skema Murur dan Tanazul
Sebelumnya, Kementerian Agama memang sedang merancang skema baru dalam penyelenggaraan haji tahun ini yang memerlukan masukan dari sejumlah pihak, antara lain dari PBNU.
Skema baru tersebut terkait murur atau mabit di bus saat di Muzdalifah dan tanazul ke hotel ketika di Mina. Skema ini sebenarnya sudah disosialisasikan oleh para pembibing ibadah ke hotel-hotel penginapan jemaahh haji di Makkah.
Kemungkinan, pada puncak haji nanti tidak semua jemaah bisa mabit di Muzdalifah. Ini untuk menghindari penumpukan jemaah haji di kawasan Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina).
Skema ini dilakukan agar para jemaah haji Indonesia tidak terjebak di Muzdalifah akibat berkurangnya ruang disebabkan adanya pembangunan sarana toilet dalam jumlah banyak di area Muzdalifah serta pemindahan 27.000 jemaah haji yang selama ini mabitnya di Mina Jadid.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief.
"Apalagi saat ini tengah dibangun fasilitas toilet di atas lahan dua hektare di Muzdalifah sehingga mengurangi space jemaah Indonesia saat melakukan mabit," ujarnya.
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Bayu Septianto