tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU tidak boleh dijadikan sebagai identitas politik. Pria yang dikenal dengan panggilan Gus Yahya ini beralasan, NU memiliki nilai dasar sebagai organisasi yang fokus melayani masyarakat tanpa terlibat dalam kompetisi kekuasaan.
“Maka Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh, apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh,” kata Gus Yahya dalam acara Sarasehan Ulama NU di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/2/2025).
Gus Yahya menyebut saat ini NU telah berkembang menjadi lingkungan budaya yang luas. Hal ini, kata dia, terbukti lewat pengalamannya yang melihat banyak orang NU yang ditemui baik di lingkungan tokoh maupun pada kehidupan sehari-hari.
“Ya bagaimana lagi karena, ya benar-benar hasil-hasil survei itu lebih separuh Indonesia ini NU, Jadi kalau kita tangkap orang di jalan itu, 10 orang yang 5 pasti ngaku NU dan kalau mash memungkinkan, ini orang-orang yang tampil di publik ini, kalau masih memungkinkan, itu cenderung ngaku NU,” ujarnya.
Atas hal tersebut, Gus Yahya menilai, perkembangan lingkungan budaya NU yang begitu luas akan berbahaya bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara bila menjadi sebuah identitas politik. Apalagi, jika hal ini ada kaitannya dengan perebutan kekuasan.
“Seperti India misalnya, tapi kalau satu lingkungan budaya atau agama kemudian dibiarkan tumbuh sebagai identitas politik dan dikonsolidasikan untuk berkompetisi dalam memperebutkan kekuasaan, maka akibatnya akan berbahaya sekali,” kata Gus Yahya.
Oleh sebab itu, Gus Yahya menyebut, NU bakal memposisikan diri untuk berada pada pihak masyarakat tak peduli siapapun pemimpin yang berada di atasnya.
“Apalagi dengan pemilihan langsung seperti ini. Pasti membangun agenda untuk kemaslahatan rakyat. Nah maka posisi Nahdlatul Ulama adalah menyediakan diri untuk membantu mendukung. Ikut serta berkontribusi di dalam upaya-upaya agar agenda agenda kemasiahatan itu berhasil mencapai tujuan-tujuannya,” katanya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher