Menuju konten utama

PBHI Kritik Perppu Ciptaker Jokowi: Akumulasi Pelanggaran Hukum

Julius yakin sedari awal UU Ciptaker dibuat bukan untuk kepentingan hukum dan ekonomi Indonesia.

PBHI Kritik Perppu Ciptaker Jokowi: Akumulasi Pelanggaran Hukum
Sejumlah buruh membawa spanduk saat berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani menyorot hal tersebut.

Julius berpendapat apa yang disampaikan masyarakat sipil terkait dampak buruk UU Ciptaker dan dibalut proses cepat tanpa partisipasi publik, lantas dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi karena cacat formal, berarti bukan untuk kepentingan rakyat.

“Itu membuktikan bahwa memang UU Ciptaker dibentuk Presiden Jokowi bukan untuk kepentingan rakyat, kepentingan hukum, juga kepentingan keadilan,” kata dia kepada Tirto, Jumat, 30 Desember 2022.

Julius juga tidak yakin UU Ciptaker dibuat sebagai solusi atas permasalahan ekonomi. Sebab carut-marut ekonomi Indonesia justru karena penanganan pandemi COVID-19 yang berantakan, namun malah mengindustrialisasikan obat-obatan corona.

Problem-problem yang muncul karena lemahnya sektor perikanan dan kehutanan, itu karena ada banyak tindak korupsi seperti perizinan dan eksploitasi ilegal, serta melibatkan aktor negara dan penegak hukum.

“Carut-marut ekonomi bukan karena ketiadaan hukum, bukan keterdesakan dan kebutuhan, tapi karena pemerintahan. Sehingga tak ada relevansi Omnibus Law dengan yang disampaikan Presiden Jokowi,” terang Julius.

Dia menilai Omnibus Law yang dibuat ada tujuan kepentingan terselubung, kepentingan politik, mungkin ada kaitan uang-uang cepat dari ranah investasi. “Bisa jadi investasi hanya topeng saja, tapi untuk pembiayaan Pemilu 2024 targetnya. Bisa jadi,” ucap Julius.

Perppu ini membuktikan bahwa seluruh akumulasi pelanggaran hukum dan tipu muslihat kesejahteraan ekonomi dan sebagainya. Sementara, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim Perppu ini sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009 dan regulasi pengganti ini telah memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.

Perppu ini diterbitkan menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Airlangga mengaku Perppu diteken lantaran kebutuhan mendesak, misalnya di Tanah Air perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global seperti menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi.

"Kondisi krisis ini untuk negara berkembang menjadi sangat nyata, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai. Pemerintah (Indonesia) juga menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," aku dia.

Baca juga artikel terkait PERPPU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky