tirto.id - Paus Fransiskus mendesak pemerintah mengeluarkan para migran dan pengungsi dari pusat-pusat penampungan, Sabtu kemarin(22/4/2017). Hal tersebut dijelaskan karena banyak tempat-tempat penampungan yang sudah menjadi 'kamp konsentrasi'.
Selama mengunjungi Basilika, Roma, tempat ia bertemu dengan para migran, Paus Fransiskus menceritakan perjalanannya ke satu tempat penampungan di Pulau Lesbos di Yunani tahun lalu.
Paus bertemu dengan pengungsi Muslim dari Timur Tengah di sana, yang memberi tahu dia bagaimana ‘teroris datang ke negara kami’ dan bahwa kelompok garis keras telah membunuh istri pria itu, yang beragama Kristen, karena dia menolak melempar salibnya ke tanah.
"Saya tidak tahu apakah dia berhasil meninggalkan kamp konsentrasi itu, karena kamp-kamp pengungsian, banyak di antaranya, adalah (semacam) konsentrasi karena banyak orang yang tinggal di dalamnya," kata Paus dikutip dari Antara.
Komite Yahudi Amerika (American Jewish Committee/AJC) kemudian mendesak Paus mempertimbangkan kembali pilihan kata-katanya yang mereka sesalkan karena menggunakan istilah kamp konsentrasi.
David Harris, kepala AJC menyatakan bahwa keadaan tempat para imigran layak untuk mendapatkan perhatian internasional yang lebih besar. “Tapi tentunya itu bukan kamp konsentrasi," tambahnya.
"Nazi dan sekutu mereka mendirikan dan menggunakan kamp konsentrasi untuk kerja paksa dan pemusnahan jutaan orang selama Perang Dunia II. Besarnya tragedi itu tak ada bandingannya," katanya sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
Paus Fransiskus memuji negara-negara yang membantu pengungsi dan berterima kasih kepada mereka. "Terima kasih telah menanggung beban ekstra ini, karena tampaknya kesepakatan internasional lebih penting daripada hak-hak asasi manusia".
Dia tidak menjelaskan tapi tampaknya mengacu pada kesepakatan yang mencegah para imigran menyeberangi perbatasan, seperti kesepakatan antara Uni Eropa (UE) dan Libya serta Uni Eropa dan Turki. Kelompok-kelompok kemanusiaan telah mengkritik kedua kesepakatan itu.
Paus Fransiskus mendesak orang-orang di Italia utara, rumah bagi sebuah partai anti-imigran, menampung lebih banyak migran, berharap kemurahan hati warga Italia selatan bisa ‘sedikit menginfeksi utara’.
Dengan memperhatikan bahwa Italia memiliki tingkat kelahiran terendah di dunia, dia berkata, "Jika kita juga menutup pintu kepada migran, ini disebut bunuh diri."
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani