tirto.id - Google merayakan ulang tahun Paula Modersohn-Becker ke-142 dalam doodle, yang bertepatan dengan hari ini Kamis (8/2/2018). Paula Becker adalah seorang pelukis asal Jerman dikenal sebagai perempuan pertama yang melukis gambar diri tanpa busana alias telanjang. Ia juga mempelopori awal munculnya aliran ekspresionisme.
Paula Becker hidup di era Raden Ajeng Kartini hidup di tanah Hindia Belanda. Keduanya memiliki kemiripan dalam beberapa hal; masa hidup yang singkat, dan pemikiran tentang perempuan.
Paula lahir pada 8 Februari 1876 dan meninggal dunia pada 21 November 1907. Masa hidupnya 31 tahun. Sementara RA Kartini lahir pada 21 April 1874 dan meninggal pada 17 September 1904. Usianya 25 tahun.
Soal pemikiran, keduanya ada "benang merah" yakni sama-sama memperjuangkan ekspresi "kemerdekaan perempuan" di zamannya.
Paul Becker menjadi salah satu seniwati lukis pertama yang melukis potret diri dalam keadaan separuh telanjang dalam keadaan hamil. Lebih dari itu, lukisan tersebut sebenarnya merupakan metafora atas "kemerdekaan diri" Paula sebagai perempuan yang terikat dari tugas-tugas perkawinan: sebagai seorang calon ibu.
Lukisan itu dibuat setahun sebelum ia meninggal. Saat itu ia sendiri belum mau punya anak dari sang suami yang juga seorang seniman bernama Otto Modersohn.
Paula akhirnya melahirkan anak pertama Mathilde Modersohn pada 2 November 1907. Namun 19 hari kemudian tragedi terjadi. Dia mengeluh sakit di kakinya usai melahirkan dan harus berbaring di tempat tidur. Ketika dokter merawatnya pada 21 November 1907, ia sempat bisa bangkit dan berjalan beberapa langkah dan memeluk bayinya. Tapi hari itu juga Paula yang telah menghasilkan 80 karya dalam masa hidupnya meninggal dunia saat memeluk bayinya.
Kisah hidup Paula punya kemiripan dengan tokoh perempuan Indonesia RA Kartini. Kartini juga meninggal empat hari setelah melahirkan putra pertama Raden Soesalit pada 13 September 1904.
Semasa hidupnya, Kartini yang suka membatik, kerap mencurahkan pemikiran-pemikirannya tentang "kemerdekaan perempuan" kepada koleganya Stella Zahlendar. "Kami anak perempuan, sejauh ini pendidikan berlangsung, terbelenggu oleh tradisi dan konvensi kuno," tulis Kartini.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH