tirto.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito menemukan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat sirop Paracetamol Peppermint yang diproduksi PT Afi Farma.
Ia mengatakan obat sirop tersebut memiliki cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. BPOM menemukan sebanyak tujuh produk dari PT. AFI Farma yang memiliki kadar melebihi standar.
"Kami menemukan produk Paracetamol sirup rasa paper mint PT Afi Farma. Jadi ada satu produsen ketiga, yang baru diduga ada unsur pidananya tentunya," kata Penny saat konferensi pers secara daring, Senin (31/10/2022).
Saat ini, BPOM telah menjatuhkan sanksi dengan menarik penjualan obat sirop produksi Afi Farma tersebut dan memusnahkannya.
"Bahan baku yang melebihi standar sehingga kami hold untuk seluruh produk cair, sediaan cair, dan obat anak-anak ini kami hold semua dan akan dikenakan dan sanksi dan pidana juga," ucapnya.
Sebelumnya BPOM telah menemukan dua perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirup mengandung DEG dan DEG yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries sebagai produsen obat sirup bermerek Unibebi.
Beberapa produk Unibebi yang diteliti mengandung cemaran etilen glikol yaitu Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops.
BPOM menyita 64 drum Propilen Glicol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd dengan 12 nomor batch berbeda.
Dengan demikian, total sudah tiga produsen obat sirop yang diproses secara pidana karena diduga lalai dalam memenuhi standar keamanan obat.
"Kami menekankan, bahwa ini adalah kejahatan kemanusiaan dan BPOM bersama Polri akan melakukan langkah dengan lebih tegas," katanya.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Penny mengatakan patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar kesehatan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu.
"Sebagaimana dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 dan 98 ayat 2 dan ayat 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 milyar," tuturnya.
Kemudian, lanjut Penny, perusahaan tersebut memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar peraturan perundangan sebagaimana pasal 62 ayat 1 dan UU RI No. 8 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 milyar.
"Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain," katanya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri