Menuju konten utama

Para Taruna Diimbau Tinggalkan Tradisi Kekerasan Senior

Menteri Perhubungan meminta agar semua taruna meninggalkan tradisi kekerasan yang kerap dilakukan senior terhadap juniornya. Para taruna yang terbukti melakukan kekerasan segera diberhentikan.

Para Taruna Diimbau Tinggalkan Tradisi Kekerasan Senior
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran. [Foto/stipjakarta.ac.id]

tirto.id - Menanggapi kejadian tewasnya taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), para taruna yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah perhubungan diminta untuk meninggalkan budaya kekerasan.

Ini disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (12/1/2017). Budi menilai, budaya yang harus ditanamkan adalah budaya kekeluargaan, kebersamaan yang penuh kasih sayang antara siswa senior dan juniornya.

"Saya di sini menyatakan semua taruna untuk tinggalkan cara-cara lama yang tidak heroik. Tinggalkan cara-cara senior itu lebih hebat lalu melakukan tindakan kekerasan kepada juniornya. Masa depan itu adalah keberadaban yang penuh kekeluargaan, kebersamaan dan kasih sayang," katanya sebagaimana dikutip Antara.

Budi menegaskan pihaknya tidak akan segan-segan untuk memberhentikan taruna senior yang melakukan kekerasan terhadap juniornya. Ia mengatakan juga akan melakukan hal yang sama kepada dosen-dosen dan pengelola sekolah, jika tidak mampu mengawasi.

"Kami semua akan menerapkan ketentuan itu secara taat. Kalau ada senior yang melakukan lagi, akan kita berhentikan. Tuntut pidana bila ada hukum yang dilanggar. Juga kepada dosen-dosen jika tidak mampu mengawasi," ujarnya.

Menurut Budi, para taruna seharusnya memiliki sikap yang tidak hanya tegas, tapi juga pandai berdialog, ramah, dan bersahabat, kekeluargaan, dan yang tidak kalah penting adalah murah senyum.

Menurut dia, kemampuan itu perlu dimiliki karena para taruna ini nantinya adalah sebagai duta-duta Indonesia yang bekerja baik di dalam negeri maupun luar negeri yang dapat memberikan kesan yang baik di mata duna.

"Saya ingin kalian menjadi patriot yang punya kewibawaan. Karena saat anda menjadi duta bangsa di luar negeri, yang seharusnya kelihatan adalah kemampuan anda berdialog, senyum, ramah. Bukan budaya kekerasan dan arogan. Katanya Indonesia orangnya ramah, murah senyum, tapi kok malah keras," katanya.

Budi berpesan kepada para taruna untuk menjadi sukses bukan dengan cara jago-jagoan, untuk itu Ia yakin jika hal itu dapat diubah, para taruna akan menjadi orang-orang yang membanggakan bagi bangsa dan negara.

Ia mengingatkan beberapa peraturan yang diterapkan baik berupa peraturan Menhub, Surat Edaran, Surat Teguran yang dikeluarkan untuk meningkatkan pengawasan di dalam pendidikan sekolah-sekolah perhubungan, diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik dan sungguh-sunguh demi masa depan sekolah yang keberadannya sangat dibutuhkan ini.

"STIP, PIP, dan seluruh sekolah yang ada di Kemenhub ini adalah sekolah bagus. Sekolah yang mempunyai prestasi, sekolah yang sudah menghasilkan duta-duta bangsa. Banyak sudah memberikan devisa kepada negara. Kalau tiba - tiba ini menjadi hilang, diciderai, bahkan di tutup. Itu sayang sekali. Karena ini adalah potensi bangsa," katanya.

Terkait sistem pendidikan yang bergaya militer, Budi menyatakan bahwa yang menjadi masalah bukan gaya militernya, tetapi cara-cara penerapannya yang salah.

"Militer itu justru bagus. Melatih kedisiplinan. Yang salah ada caranya. Misalnya, anak junior yang baru masuk, atau kalau mau masuk anggota drum band, harus dipukul 10 kali dulu baru bisa masuk anggota. Itu yang tidak benar," ujarnya.

Ke depan, ia juga meminta jajarannya termasuk kepada para taruna untuk lebih kreatif dalam menujukkan hal-hal positif kepada masyarakat luas melalui media seperti, situs, media sosial dan media lainnya.

"Kita juga harus tunjukkan kepada masyarakat bahwa sekolah ini memiliki banyak prestasi yang bisa dibanggakan. Kita bisa buat program kreatif seperti pentas seni, pentas sosial media agar mereka eksis di masyarakat," katanya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari