Menuju konten utama

Para Politikus yang Mengincar Kursi di BPK RI

Dari sekian puluh pendaftar anggota BPK, belasan di antaranya adalah caleg gagal. Beberapa orang menilai mereka tidak akan independen, lainnya meyakini sebaliknya.

Para Politikus yang Mengincar Kursi di BPK RI
Gedung BPK RI. FOTO/Antaranews

tirto.id - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang mengurusi keuangan dan perbankan akan menyeleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024. Pada Oktober mendatang, masa jabatan anggota periode 2014-2019 resmi berakhir.

Berdasarkan catatan yang diterima Tirto, ada 64 orang yang telah mendaftar. Belasan di antaranya adalah politikus dari berbagai partai.

Mereka adalah: Pius Lustrilanang, Willgo Zainar, dan Haerul Saleh dari Gerindra; Harry Azhar Aziz dan Ahmadi Noor Supit dari Golkar; Achsanul Qosasi, Nurhayati Assegaf, dan Gunawan Adjie dari Demokrat; serta Ahmad Muqowam dari PPP. Nama lainnya adalah Tjatur Sapto Edy dari PAN; Daniel L. Tobing dari PDIP; Haryo Budi Wibowo dari PKB.

Sebetulnya ada dua politikus lain yang mendaftar: Ferry Joko Juliantoro dari Gerindra, dan Rusdi Kirana--yang juga Duta Besar RI untuk Malaysia--dari PKB. Namun, keduanya mengundurkan diri.

Selain Harry Azhar Aziz dan Achsanul Qosasi, nama-nama yang disebut di atas gagal melenggang ke Senayan. Pius Lustrilanang, misalnya, gagal terpilih dari Dapil NTT 1, sementara Nurhayati Assegaf gagal setelah maju dari Dapil Jawa Timur 5, lalu Tjatur Sapto Edy gagal di Dapil Jawa Tengah VI.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menanggapi sinis para caleg gagal yang kini mengadu nasib di BPK. Menurutnya jadi anggota BPK memang sangat menarik minat mereka karena punya wewenang yang besar mengaudit keuangan negara.

Sementara peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gurnadi Ridwan, mengatakan calon anggota BPK yang berasal dari partai rentan konflik kepentingan. Ia khawatir politikus itu tidak independen.

"[Kalau anggota] BPK berasal dari parpol, konflik kepentingannya tidak akan bisa dihindari. Jika bisa, kalau mereka tetap ingin mencalonkan diri, harusnya keluar dari keanggotaan partai, karena bagaimanapun BPK adalah lembaga yang mengedepankan independensi,” kata Gurnadi kepada reporter Tirto, Kamis (4/7/2019).

Saran Gunardi ini sejalan dengan Pasal 28 huruf e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (PDF). Pasal tersebut berbunyi, "anggota BPK dilarang: menjadi anggota partai politik."

Gunardi juga berharap proses seleksi oleh Komisi XI DPR dilakukan secara terbuka. Ia pun mendorong publik terlibat dengan menyampaikan saran dan masukan terkait rekam jejak calon anggota.

Namun anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Misbakhun, menilai penolakan terhadap calon anggota BPK dari partai tidak beralasan. Ia berdalih tidak ada regulasi yang melarang anggota partai politik mendaftar sebagai anggota BPK.

Misbakhun mengacu pada Bab IV Pasal 13 Undang-undang BPK yang mengatur tentang pemilihan anggota. Sementara Pasal 28 yang disebut Gunardi, berlaku jika seseorang sudah terpilih sebagai anggota, bukan calon anggota.

"Persyaratan yang ada di Undang-Undang BPK Nomor 15 Tahun 2006 di situ hanya disyaratkan WNI dan tinggal di Indonesia. Terus, kan, enggak ada persyaratan enggak boleh dari partai politik," kata Misbakhun di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Misbakhun beranggapan, siapa pun anggota BPK yang dipilih, fokus utama yang dikejar adalah perbaikan kualitas audit, bukan latar belakangnya.

"Karena dengan kualitas audit yang bagus, maka tata kelola keuangan negara akan lebih bagus. Manfaatnya apa? Ya kesejahteraan rakyat," kata dia.

Pembelaan serupa diungkapkan anggota DPR RI komisi XI Hendrawan Supraktikno. "Tidak masalah, boleh saja teman-teman dengan latar belakang politik atau politisi mendaftarkan diri, karena kalau di DPR tidak masuk, kan, bisa saja di BPK. Enggak ada masalah," tegasnya.

Hendrawan yakin mereka dapat bekerja profesional, berkaca dari beberapa kader parpol yang telah bekerja sebagai anggota BPK.

"Contohnya, Rizal Djalil, Achsanul Qosasi, Harry Azhar Azis. Yang penting, kan, kompetensinya cocok dengan tuntutan pekerjaan," kata Hendrawan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Baca juga artikel terkait BPK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan & Andrian Pratama Taher
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan & Rio Apinino