Menuju konten utama

Pantau Erupsi Gunung Semeru, Menteri ESDM: Tambah Kamera Termal

Menteri ESDM minta daerah yang sudah dipetakan dalam zona merah atau bahaya erupsi Gunung Semeru tidak ada aktivitas masyarakat.

Pantau Erupsi Gunung Semeru, Menteri ESDM: Tambah Kamera Termal
Foto udara kondisi rumah warga yang terdampak awan panas guguran Gunung Semeru di Curah Koboan, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Senin (13/12/2021). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.

tirto.id -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pihaknya akan menambah kamera termal dan melengkapi peralatan pengamatan untuk memantau aktivitas Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl).

"Satu alat kamera termal dipasang untuk mendeteksi panas di Besuk Kobokan, jadi kalau ada luncuran awan panas bisa diketahui temperatur suhunya," katanya, saat memantau aktivitas Gunung Semeru di Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jumat (17/12/2021) seperti dilansir dari Antara.

Selain itu kamera termal Kementerian ESDM juga akan melengkapi peralatan pengamatan Gunung Semeru untuk memantau aktivitas Gunung Semeru sehingga potensi luncuran awan panas guguran ke arah mana bisa terdeteksi.

"Peralatan di PPGA Semeru di Gunung Sawur sudah digital dan di sana, Curah Kobokan, masih analog, tapi real time, sehingga sesuai standar semua," tuturnya.

Keberadaan empat alat seismograf yang terpasang di Sungai Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, dan di PPGA Semeru di Gunung Sawur dinilai juga cukup untuk memantau pergerakan debit air yang turun dari Gunung Semeru.

"Sejauh ini masih belum ada peralatan yang bisa mendeteksi kapan sebuah gunung api akan meletus, namun suatu saat aktivitasnya akan menumbuhkan getaran tinggi, kadang gunung bisa tidur lama, tiba-tiba meletus, sehingga hal tersebut harus diwaspadai," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, perlu dilakukan pemetaan terhadap daerah rawan bencana dan ditetapkan daerah-daerah mana saja yang harus disterilkan dari aktivitas masyarakat sebagai langkah untuk mengamankan masyarakat dari bencana Gunung Semeru.

"Dulu wilayah terdampak di Curah Kobokan atau 11 kilometer dari puncak, namun kini yang terjadi luncuran awan panas bisa mencapai 16 kilometer, sehingga terlampaui 5 kilometer akibat tumpahan lahar menyumbat aliran lahar," katanya.

Menurutnya Gunung Semeru statusnya naik dari Level II (waspada) menjadi level III (siaga), sehingga pihaknya meminta daerah-daerah yang sudah dipetakan dalam zona merah atau bahaya juga menjadi perhatian, sehingga tidak ada aktivitas masyarakat dalam radius yang sudah ditentukan.

Ia menjelaskan meningkatnya aktivitas Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 menyebabkan sekitar 8 juta kubik pasir yang turun dan menyumbat aliran sungai, sehingga lahar yang turun dari puncak Semeru tidak bisa melalui aluran sungai tersebut yang berdampak pada meluasnya lahar ke wilayah permukiman.

Sementara Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan satu kamera termal untuk memantau aktivitas Gunung Semeru dinilai sangat kurang, sehingga Pemkab Lumajang meminta pihak Kementerian ESDM untuk menambah lagi kamera termal untuk dipasang di beberapa lokasi.

"Saya minta kamera termal ditambah dan alat-alat lain untuk memantau aktivtas Gunung Semeru ditambah," ucap Wabup yang akrab disapa Bunda Indah itu.

Baca juga artikel terkait GUNUNG SEMERU

tirto.id - News
Sumber: Antara
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Abdul Aziz