Menuju konten utama

Pansus KPK akan Panggil LPSK untuk Jelaskan Arti Rumah Aman

Pansus Hak Angket KPK meminta keterangan LPSK terkait UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban soal kewenangan mengelola rumah aman (safe house).

Pansus KPK akan Panggil LPSK untuk Jelaskan Arti Rumah Aman
Agun Gunandjar dan Arteria Dahlan bersama saksi kasus suap mantan Akil Mochtar, Miko Panji Tirtayasa , meninjau kondisi rumah aman atau "Safe House" KPK di Cipayung, Depok, Jawa Barat, Jum'at (11/8). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menjelaskan bahwa Undang-Undang No.31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan salah satu kewenangan lembaganya adalah mengelola rumah aman bagi saksi dan korban.

Sebelum menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Panitia Khusus Hak Angket di Gedung Nusantara di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, Abdul Haris mengatakan dia belum menemukan aturan eksplisit yang menyebut mengenai lembaga lain yang punya kewenangan mengelola rumah aman dalam undang-undang itu.

Undang-Undang No.31/2014, menurut dia, secara jelas menyebut kewenangan LPSK dalam mengelola rumah aman, khususnya dalam tindak pidana tertentu seperti korupsi.

"Yang jelas, dalam UU 31/2014 mengatur hak saksi ditempatkan di rumah aman dan LPSK diberikan hak mengelola. Kalau ada institusi lain yang mengacu UU berbeda, ya saya tidak tahu," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa penempatan saksi kasus korupsi di rumah aman biasanya dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan permintaan yang disampaikan ke LPSK melalui pengacara atau keluarga yang saksi atau korban.

Meski demikian, menurut dia, LPSK sering "jemput bola" dengan menawarkan perlindungan kepada saksi atau korban, biasanya dalam kasus yang sedang menjadi sorotan publik.

"Mereka banyak yang kemudian mengikuti saran kita sehingga potensi ancaman mereka tidak terjadi," katanya.

Dia menjelaskan rumah aman yang berada di bawah kewenangan LPSK sifatnya independen dan dikelola sesuai aturan internal.

Ia menambahkan koordinasi LPSK dengan KPK lebih kepada saksi atau justice collaborator kasus tindak pidana korupsi.

Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Tugas dan Kewenangan KPK akan memanggil LPSK pada Senin untuk meminta penjelasan mengenai hubungan kelembagaan dan pelaksanaan perlindungan saksi dan korban dengan KPK menurut surat undangan Pansus yang dikirimkan kepada kedua institusi tersebut.

Kinerja Pansus Angket KPK sempat disoroti oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang telah merilis enam temuan hasil evaluasi kerja pansus. Beberapa temuan Pansus Angket KPK dinilai hanya tidak relevan dan diduga hanya upaya mencari-cari kesalahan KPK.

Sejumlah anggota pansus pun diduga telah menyebarkan kabar bohong terkait lembaga antirasuah tersebut. Berdasarkan penelusuran ICW, setidaknya ada 10 kabar bohong yang tersebar selama ini, di antaranya tudingan KPK memiliki rumah sekap, KPK sebagai lembaga superbody, hingga KPK yang menerima pesanan perkara.

Tak hanya kabar bohong, pansus hak angket juga dinilai telah menyebarkan ancaman terhadap KPK. Di antaranya seperti ancaman pembekuan anggaran Polri dan KPK, desakan untuk mengganti juru bicara KPK, dan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Baca juga: ICW Nilai Pansus Angket Hanya Cari-cari Kesalahan KPK

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Politik
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri