tirto.id - Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Tugas dan Wewenang KPK, Taufiqulhadi mengatakan institusi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung dan KPK tidak boleh memiliki safe house untuk saksi yang sedang diperiksa karena menjadi kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
"Terkait safe house tidak boleh dibentuk oleh lembaga penegak hukum seperti Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung, namun wilayahnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban," kata Taufiqulhadi di Jakarta, Rabu (9/8/2017), seperti diberitakan Antara.
Hal itu dikatakannya menanggapi pernyataan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah yang menilai salah satu Pimpinan Pansus Angket tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap.
Taufiqulhadi mengatakan kalau ada lembaga penegak hukum mendirikan safe house maka itu pelanggaran karena tidak ada dasar hukumnya.
Dia menjelaskan kalau penegak hukum ingin melindungi saksinya maka harus berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Undang-Undang mana yang memperbolehkan KPK membuat tempat perlindungan sendiri untuk saksinya," ujarnya.
Dia mengatakan Pansus Angket akan mengunjungi safe house yang pernah dilontarkan saksi kasus suap Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa yang menyebut safe house sebagai rumah sekap saat Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus Angket.
Politisi Partai Nasdem menegaskan kunjungan itu ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa apa yang dilakukan KPK dengan membuat safe house merupakan ilegal karena tidak ada landasan hukumnya.
"Tempat itu pun bukan untuk melindungi saksi, tapi disekap di sana. Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ini loh yang dilakukan KPK," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu mengatakan pihaknya mendapat sejumlah informasi soal tindakan tidak sesuai prosedur yang dilakukan KPK.
Salah satunya, menurut dia, Pansus mendapatkan informasi bahwa penyidik KPK memiliki dua rumah sekap yang digunakan untuk mengondisikan saksi palsu untuk suatu perkara, di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Depok, Jawa Barat.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, "Sayang sekali ada yang tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap."
Menurut dia, seharusnya sebagai anggota DPR, yang bersangkutan dapat membedakan kedua hal tersebut.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri