tirto.id - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK), Senin (9/9/2019). Rapat ini digelar sebelum Komisi III DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 10 Capim KPK yang sudah diseleksi dan disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih, mengatakan akan menyampaikan detail proses seleksi yang telah mereka lakukan sebelum akhirnya memilih 10 orang yang lolos seleksi.
"Yang kami sampaikan adalah kenapa capim yang 10 ini yang kami pilih. Setelah kami pilih kemudian, kan, diserahkan ke Presiden. Presiden setuju. Kemudian Presiden serahkan [ke DPR]. Kan, kami hanya membantu itu," jelas Yenti di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019).
Yenti mengatakan hasil asesmen yang bersifat pribadi tidak akan disampaikan kepada publik, bahkan kepada DPR RI. Penjelasan-penjelasan soal seleksi pimpinan KPK, kata Yenti, bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi Komisi III DPR untuk melakukan fit and proper test.
"Misalnya hasil tes kesehatan, hasil asesmen profil tentu tidak bisa, karena itu kan rahasia untuk kami. Untuk hasil tes kesehatan itu sama sekali tidak bisa diberitahukan, karena itu kan ada masalah yang privacy-nya, ya," jelas Yenti.
Yenti mengaku telah menjalankan proses seleksi sebaik mungkin, meski dalam perjalanannya mereka kerap dikritik sejumlah pihak. Yenti mengatakan pansel juga mendengar masukan-masukan. Ia menegaskan pansel punya pertimbangan sendiri.
"Sudah kami lakukan sesuai prosedur yang ada, peraturan yang ada, sesuai dengan tahapan yang kami lakukan. Apa yang kami lakukan kemudian hasilnya begitu," pungkas Yenti.
Kritik terhadap kinerja pansel ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Kurnia Ramadhana, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan pansel bermasalah karena salah satunya tidak memasukkan LHKPN sebagai salah satu syarat proses seleksi.
Hendardi, salah seorang anggota pansel, menyebut pansel tak bisa didikte soal masalah tersebut.
Pansel semakin disorot karena mereka meloloskan Irjen Firli Bahuri. Ia dianggap punya rekam jejak bermasalah. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli ketahuan berfoto bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, saat itu menjadi salah satu terperiksa dalam perkara yang diselidiki KPK.
Pertemuan itu dinilai melanggar kode etik. Kasus ini sempat diusut KPK, ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Tapi, berhenti begitu saja karena Firli 'diselamatkan' Mabes Polri dengan dilantik menjadi Kapolda Sumsel.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino