Menuju konten utama

PAN Ricuh: Tanda Partai Tak Dewasa & Tidak Siap Tampung Aspirasi

Kericuhan kemarin membuktikan bahwa PAN tidak dewasa. Pengamat juga menilai ini bukti bahwa mereka tak siap menampung aspirasi masyarakat.

PAN Ricuh: Tanda Partai Tak Dewasa & Tidak Siap Tampung Aspirasi
Kericuhan antar dua kubu pendukung calon Ketua Umum PAN saat sidang pleno Kongres V PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (11/2/2020). ANTARA FOTO/Usman/jjn/pras.

tirto.id - 'Adu jotos' antarpolitikus kembali terjadi di Indonesia. Ribut-ribut hingga aksi saling lempar kursi ini terjadi dalam Rapat Pleno I Kongres PAN yang digelar di Hotel Clarion, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (12/2/2020) kemarin.

Aksi tersebut tidak berlangsung lama karena aparat langsung menghentikan aksi para kader partai berlambang matahari putih itu. Namun, Rapat Pleno I terpaksa diskors.

Proses pemilihan Ketua Umum PAN periode 2020-2025 kemudian dipercepat karena ricuh tersebut, kata Ketua Panitia Pengarah Kongres Ke-5 PAN Eddy Soeparno. Petahana Zulkifli Hasan akhirnya terpilih kembali dengan suara mayoritas (332 dari 563 suara).

Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan seharusnya kericuhan ini tidak perlu terjadi. Partai sekelas PAN, yang lahir pada era reformasi, semestinya memberi contoh praktik berdemokrasi yang baik.

"Itu menandakan ada ketidakberesan dan ada ketidakdewasaan dari para peserta yang hadir," kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu (12/2/2020) pagi. Kasus ini jadi semakin berdampak buruk karena video kericuhan itu viral di media sosial.

Ujang menduga konflik terjadi karena Zulhas selaku petahana "menguasai jalannya kongres dan kandidat lain diperlakukan tidak adil." Hal ini dikonfirmasi lewat pernyataan Muh Asri Anas, Koordinator Lapangan Pemenangan Mulfachri Harahap-Hanafi Rais. Mengutip Antara, ia mengatakan "kericuhan dipicu oleh pendukung Zulkifli Hasan [yang] tidak mau melakukan verifikasi."

Setelah resmi terpilih lagi, Ujang menilai Zulhas harus "mengoreksi diri," juga "merangkul yang lain agar PAN tetap bersatu."

Peneliti politik Islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Djati menilai hal serupa. Menurutnya kericuhan dalam kongres tersebut mengindikasikan kalau PAN telah kehilangan figur yang bisa jadi panutan.

"Partai sudah tidak punya lagi semacam sosok figur karismatik yang disegani para kader," katanya, Rabu siang.

Kericuhan ini juga mempertegas bahwa memang ada 'blok' di dalam PAN. Lebih detail: blok antara Zulhas-Hatta versus Amien Rais, yang masing-masing punya massa. "Hal tersebut membuat roda partai ini tidak bisa melayani semua kader."

Maaf dari PAN

Wakil Sekretaris Jenderal PAN Soni Sumarsono mengatakan dinamika dalam kongres adalah hal biasa karena PAN sangat menjunjung tinggi demokrasi--yang mau mendengar pendapat semua pihak. Tapi dia juga paham bahwa bagaimanapun, kejadian kemarin itu memalukan. Buktinya Soni lekas meminta maaf "kepada seluruh rakyat dan terutama kader-kader PAN."

Meski demikian, dia menegaskan bahwa yang "kita saksikan kemarin" adalah ulah "pihak luar yang terlibat masuk."

Soni sangat yakin dengan pernyataannya karena sebelum kejadian "saya berada di dalam ruangan." "Ada pihak luar yang melibatkan diri untuk membuat suasana kongres menjadi tidak kondusif," katanya, lalu menegaskan bahwa kelompok ini "sudah membuat keributan sejak proses registrasi."

Bagi Wasisto Raharjo Djati, apa pun alasannya, kericuhan di kongres tetap saja "menunjukkan kalau partai ini belum siap untuk menampung aspirasi rakyat." Kejadian tersebut juga "menunjukkan kalau PAN sudah jauh dari citra partai reformis."

Wasisto lantas meminta PAN melakukan "evaluasi dan kontemplasi" agar "dapat bersaing seperti PAN era 1999."

Baca juga artikel terkait KONGRES PAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino