tirto.id - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Eryanto Nugroho mengkritik cara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyikapi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Apalagi, hingga berbulan-bulan, usai 11 April 2017, kasus tersebut sampai sekarang tetap mandek. Polisi belum menemukan tersangka penyerangan terhadap Novel.
Menurut Eryanto, seharusnya Jokowi memberikan dukungan moral yang besar kepada Novel selaku aparat negara yang membaktikan hidupnya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Dia mencontohkan, dukungan itu semestinya dapat dilakukan dengan cara, salah satunya, menjenguk Novel saat dirawat pasca penyerangan tersebut.
"Ini berbeda dengan SBY. Walaupun mungkin SBY memiliki pandangan sendiri terhadap KPK, tapi dia menjenguk aktivis ICW Tama S Langkun setelah diserang orang tak dikenal (pada 2010),” kata dia dalam diskusi The Indonesian Forum Seri 43 bertajuk "Capaian Reformasi Hukum dalam Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK" di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/10/2017).
Dia mengimbuhkan, “Setidaknya gesture SBY terlihat memberi dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia."
Eryanto menyayangkan sikap Jokowi itu karena bisa membuat banyak pihak ragu dengan komitmen dia mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi itu. "Saya pikir hal seperti itu (menjenguk Novel) penting karena ini penyidik dan ujung tombak KPK," kata Eryanto.
Apalagi, dia mencatat LBH Jakarta dan perwakilan keluarga Novel, yakni istrinya, sudah mengirim surat permintaan untuk bertemu Jokowi. Istri Novel, Rina Emilda, berniat membahas nasib penanganan perkara suaminya dengan Jokowi. Surat itu sudah dikirim pada 21 Agustus 2017 lalu, tapi sampai hari ini, belum ada kabar mengenai kepastian kesediaan Jokowi menemui keluarga Novel.
Eryanto juga menyesalkan belum adanya lampu hijau dari Jokowi terhadap usulan pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) atas kasus penyerangan Novel karena menganggap kasus itu masih bisa ditangani kepolisian. Ketika tersangka penyerangan Novel tak kunjung ditemukan oleh polisi, usulan pembentukan TPF juga belum mendapatkan sambutan dari pemerintah.
"Presiden memang mengecam serangan itu, tetapi langkah dukungan ini dalam pandangan saya kurang cukup diperlihatkan. Sudah banyak tuntutan untuk membentuk tim independen tidak juga dilakukan, bahkan penuntasan kasus ini juga masih mandek," ujar Eryanto.
Saat ini, Novel masih di Singapura. Berdasar keterangan KPK, Novel akan menjalani operasi mata tahap kedua pada 21 Oktober 2017. Sebelumnya, operasi mata Novel Baswedan tahap pertama di Singapura telah dilakukan pada 17 Agustus 2017. Bila operasi kedua sukses, tak lama lagi Novel bisa kembali bekerja di KPK.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom