Menuju konten utama

Pakar Hukum Andi Hamzah Desak Penerapan Hukuman Mati Dibatasi

Penerapan hukuman mati di Indonesia dinilai perlu dikaji kembali. Hukuman mati dianggap hanya layak diterapkan pada kasus-kasus kejahatan luar biasa.

Pakar Hukum Andi Hamzah Desak Penerapan Hukuman Mati Dibatasi
Ilustrasi hukuman mati. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Ahli hukum acara pidana Profesor Andi Hamzah menyatakan penerapan hukuman mati di Indonesia perlu dikaji kembali. Dia mendesak penerapan hukuman mati dibatasi dan tidak asal diterapkan pada sembarang kasus.

"Pokoknya pidana mati harus dibatasi, kalau perlu [eksekusi hukuman mati] ditunda," kata Hamzah.

Dia menyatakan hal itu di sela-sela seminar “Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia” yang digelar ICJR di Jakarta Pusat pada Rabu (16/1/2019).

Hamzah menjelaskan penerapan hukuman mati di Indonesia sebenarnya hanya layak diberlakukan pada perkara tindak pidana kejahatan luar biasa.

"Misalnya, terorisme [adalah kejahatan luar biasa] yang bisa dilakukan hukuman mati," ujar Hamzah.

Dia berpendapat demikian karena penerapan hukuman mati yang tidak dibatasi pada kasus kejahatan luar biasa rentan memicu masalah.

"Karena kalau hakim salah memutuskan, tidak bisa diperbaiki [vonis hukuman mati]," kata penggagas Revisi KUHAP tersebut.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Eka Ari Pramuditya membenarkan pendapat Hamzah. Eka menjelaskan pasal 6 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) memang masih mengakui hukuman mati. Akan tetapi, ketentuan itu menegaskan bahwa hukuman mati hanya bisa diberlakukan untuk kejahatan luar biasa.

Selain itu, kata Eka, ketentuan dalam kovenan tersebut mensyaratkan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati adalah yang kompeten.

"Penerapan syarat pengadilan yang kompeten itu dapat tergambar dari sejauh mana prinsip-prinsip fair trial diterapkan," ujar Eka.

Sayangnya, ia menilai penerapan fair trial atau peradilan yang jujur dan adil di Indonesia selama ini belum berjalan maksimal. Sebab, masih saja terjadi proses penyelidikan dengan disertai intimidasi, rekayasa kasus, dan dakwaan yang tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa hingga putusan hakim yang diragukan kualitasnya.

"Indonesia merupakan salah satu negara yang masih belum menerapkan prinsip fair trial. Khususnya guna menjamin hak-hak terpidana mati serta belum menerapkan berbagai ketentuan HAM Internasional," kata Eka.

Baca juga artikel terkait VONIS HUKUMAN MATI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom