Menuju konten utama

Pakar: Aturan Kemaritiman Indonesia Belum Maksimal

Pakar Kelautan Chandra Motik mengatakan Indonesia belum kuat secara aturan hukum kemaritiman

Pakar: Aturan Kemaritiman Indonesia Belum Maksimal
(Ilustrasi) Perahu Nelayan Indonesia. Antara Foto/budi candra setya.

tirto.id - Pakar Kelautan Chandra Motik mengatakan sebuah negara maritim adalah negara yang menjadikan laut sebagai tulang punggung perekonomian, yaitu yang menguasai perdagangan dan transportasi laut.

"Kita belum menjadi negara maritim tetapi masih negara kepulauan," kata Chandra Motik dalam seminar tentang pembangunan perikanan di Jakarta, Rabu (27/4/2016).

Selain itu, menurut Motik, Indonesia belum kuat secara aturan hukum kemaritiman. Hal ini, menurutnya, membuat Indonesia belum bisa disebut sebagai negara maritim.

Agar Indonesia bisa menjadi negara maritim secara utuh, maka dibutuhkan seperangkat aturan hukum kemaritiman yang kokoh dan tidak tumpang tindih, ungkapnya.

Motik mencontohkan salah satu aturan tumpang tindih dalam kemaritiman Indonesia adalah kebijakan peraturan presiden yang memberlakukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai satu-satunya instansi yang berwenangan menegakkan keamanan di laut, tetapi kemudian dibentuk pula Satgas Anti Pencurian Ikan atau Satgas 115.

"Kami menyarankan kepada DPR untuk meninjau ulang satgas," katanya.

Begitu pula dengan Bakamla yang seharusnya menjadi institusi tunggal, ujar dia, tetapi pada kenyataannya di lapangan setiap instansi masih jalan sendiri-sendiri di laut.

Hal tersebut dinilai juga mengakibatkan sejumlah persoalan seperti satu kapal penangkap ikan bisa diperiksa berkali-kali oleh berbagai lembaga yang berbeda-beda.

"Seharusnya dengan poros maritim hal seperti ini tidak ada lagi," tuturnya.

Chandra Motik juga berpendapat bahwa budaya maritim saat ini telah hilang, yang terindikasi antara lain dari sekitar 240 juta penduduk nasional, ternyata hanya 2,3 juta warga yang bergelut di bidang kemaritiman.

Indikasi lainnya, lanjutnya, adalah kualitas dan kuantitas SDM maritim dinilai jauh dari cukup, belum dapat membangun teknologi perikanan sendiri yang dapat menggali seluruh potensi perikanan yang ada.

Dia juga menyatakan kontribusi perikanan terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat masih sangat kecil, hingga industri maritim dan perikanan yang masih tertinggal.

Terkait dengan hal itu, sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan poros maritim merupakan masa depan Indonesia.

"Ayo ke laut. Di laut tersimpan harapan. Di laut tersimpan kejayaan. Banyak ombak, banyak kehidupan", kata Presiden saat membuka International Fleet Review (IFR) 2016 di Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut II Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (12/4).

Presiden mengajak untuk bekerja keras membangkitkan kembali budaya maritim nusantara, menjaga sumberdaya laut, membangun infrastruktur dan konektivitas maritim, memperkuat diplomasi maritim, dan membangun pertahanan maritim.

Baca juga artikel terkait POROS MARITIM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Putu Agung Nara Indra