Menuju konten utama
Peneliti Formappi: 

OTT KPK di Jambi Bukti APBD Masih Jadi Lahan Korupsi

Lucius menyatakan saat pengurus partai menjadi anggota DPR, maka mereka bisa memanfaatkan jabatan untuk mencari keuntungan.

OTT KPK di Jambi Bukti APBD Masih Jadi Lahan Korupsi
Asda 3 Pemprov Jambi Saepudin (kaos hitam). anggota Banggar Nurhayati (kerudung hitam berbaju merah) di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta, Rabu (29/11/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai kasus OTT KPK di Jambi membuktikan bahwa APBD masih menjadi lahan bagi anggota DPRD untuk mencari keuntungan.

"Saya kira dengan penangkapan itu sih kita bisa menyatakan dalam APBD lahan bancakan itu ya. Saya kira itu terjadi hampir di seluruh daerah," kata Lucius saat dihubungi Tirto, Rabu (29/11/2017).

Lucius mengatakan, hal itu terjadi karena tidak sedikit anggota DPRD yang menjadi pengurus partai. Saat pengurus partai menjadi anggota DPR, mereka bisa memanfaatkan jabatan untuk mencari keuntungan.

Pasalnya, kata dia, DPRD mempunyai wewenang untuk menentukan besaran anggaran selama proses pembahasan. Pengaturan anggaran itu diperkuat melalui pengesahan UU MD3, dimana mereka mempunyai wewenang dan kuasa untuk mengatur jumlah anggaran hingga mengesahkan APBD.

Ia mencontohkan hal itu pada polemik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan APBD. Kala itu, Ahok kesulitan mendapatkan persetujuan APBD DKI Jakarta akibat tidak sepaham dengan DPRD.

Baca: Empat Anggota Pemprov Jambi Hasil OTT Dibawa Penyidik KPK Hari Ini

"Mereka dulu pernah mengancam Ahok menyetujui APBD kan? Karena mereka punya kekuasaan untuk menahan itu kalau mereka mau," kata Lucius.

Lucius menjelaskan, saat DPRD menggunakan fungsi budgeting, mereka akan membahas dengan eksekutif apa saja yang akan dilakukan pada suatu tahun anggaran. Mereka akan menghitung anggaran apa saja yang dimasukkan dalam APBD. Pada saat pembahasan, mereka baru menggunakan manuver untuk melakukan korupsi.

Manuver yang dimaksud Lucius adalah cara dengan memasukkan anggaran secara mendadak saat hendak proses pengesahan. Umumnya, cara ini dilakukan dengan memunculkan program-program tidak terduga saat pembahasan anggaran.

Lucius juga menduga adanya kemungkinan kasus OTT di Jambi juga terjadi di DKI Jakarta. Menurutnya, APBD DKI Jakarta juga rawan menjadi lahan bancakan oleh legislatif. Ia melihat banyak anggaran DKI Jakarta yang juga penuh kejanggalan seperti program kunjungan kerja DPR yang membengkak.

Menurut Lucius, Jakarta juga lebih rentan karena pemimpin DKI Jakarta minim pengalaman birokrasi. Tidak tertutup kemungkinan pihak legislatif melobi eksekutif di tingkat dinas agar bisa memasukkan program tertentu. Mereka pun menaikkan biaya agar bisa melakukan korupsi tanpa dipahami oleh gubernur dan wakil gubernur.

Apalagi Lucius melihat, pimpinan DKI Jakarta tidak memiliki konsep yang matang dengan jumlah uang yang besar di DKI. Momen tersebut menjadi celah untuk korupsi.

Lucius berharap agar keterbukaan anggaran bisa diperluas sehingga masyarakat bisa memantau langsung anggaran pemerintah. Selain itu, ia berharap KPK bisa berperan aktif dalam pembahasan APBD di seluruh Indoensia. Lucius mendukung KPK melakukan penindakan apabila menemukan oknum DPR yang nakal.

Baca juga artikel terkait OTT KPK JAMBI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto