tirto.id - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Mokhammad Najih mengakui terdapat problem regulasi dalam pengangkatan Penjabat (Pj) kepala daerah dari kalangan TNI/Polri di beberapa daerah.
"Ini memang ada problem regulasi yang sedang juga kita telaah bahwa dari segi posisi orang yang diangkat dari segi status kepegawaian memang dia adalah TNI/Polri, tapi dia dalam posisi sekarang menduduki satu jabatan yang memenuhi syarat untuk menjadi Pj," kata Mokhammad Najih kepada Tirto, Selasa, (31/5/2022).
Ombudsman disebut tengah mengkaji aturan tersebut untuk menentukan apakah ada pelanggaran administrasi atau tidak.
"Seharusnya seseorang menempati jabatan publik Polri atau TNI kan harus nonaktif. Nah ini yang sedang kita telaah. Dan yang menjadi harapan publik melalui ICW itu juga menjadi perhatian kita dan kita belum selesai melakukan review," jelas Najih.
Ombudsman perlu memeriksa ada tidaknya maladministrasi pengangkatan Pj melalui dua hal, yaitu pertama apakah ada pelanggaran regulasi. Dan kedua, apakah ada pelanggaran etik maupun struktur kelembagaan yang dilanggar.
"Dalam bulan Juni Insyaallah sudah bisa kita sampaikan (hasil review)," ungkap dia.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penentuan penjabat kepala daerah yang dinilai tak transparan.
KontraS dan ICW juga mendorong Ombudsman RI menyatakan maladministrasi tindakan pemerintah karena menempatkan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah.
Menurut mereka, penempatan prajurit TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti UU TNI, Polri, ASN, dan Pemilihan Kepala Daerah.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky