tirto.id - Orang-orang dekat Donald Trump diduga melakukan persekongkolan dengan para peretas Rusia demi memenangkan Pemilu AS pada awal November lalu. Pernyataan itu diungkapkan bekas kepala tim kampanye Hillary Clinton, John Podesta, Minggu (18/12/2016) waktu setempat.
Dalam wawancara pertamanya di televisi sejak Hillary kalah, Podesta mengaku memang tidak percaya Trump menjadi bagian dari rencana peretasan itu namun menduga beberapa orang dekatnya berkolusi dengan Rusia, demikian informasi yang dilansir dari Antara, Senin (19/12/2016).
Para elektor Electoral College (sistem yang memilih presiden Amerika Serikat yang akan segera melakukan penghitungan resmi suara elektoral untuk Trump dan Hillary), kata Podesta, berhak mengetahui keterlibatan tim kampanye Trump sebelum para elektor melakukan pemungutan dan penghitungan suara elektoral Senin waktu AS ini.
"Tidak diketahui pasti apakah ada kolusi," kata Podesta dalam program bincang-bincang "Meet the Press", NBC.
"Apa yang diketahui Trump Inc.? Kapan mereka mengetahui soal ini? Apakah mereka berhubungan dengan orang-orang Rusia?" tanya Podesta. "Saya kira para elektor punya hak untuk mengetahui jawabannya."
"Rusia berusaha memilih seekor anjing peliharaan," kata Podesta menunjuk istilah yang belum lama ini diperkenalkan oleh kolumnis New York Times Nicholas Kristof.
Podesta juga membeberkan rincian baru mengenai peretasan atas akun pribadi Gmail-nya dengan menyatakan dia tidak pernah dihubungi FBI sampai 9 Oktober atau dua hari setelah WikiLeaks merilis email-emailnya yang diretas itu.
"Hal pertama yang dikatakan agen FBI kepada saya adalah 'Saya tak tahu Anda sudah mengetahuinya, namun akun email Anda kemungkinan telah diretas," kata Podesta. "Ya, saya sudah mengetahuinya."
"Itulah terakhir kali saya berbicara dengan FBI," kata Podesta.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari