Menuju konten utama

Ombudsman Temukan Maladministrasi Eksekusi Mati Humprey

Ombudsman RI mengumumkan temuan tentang maladministrasi pelaksanaan eksekusi terpidana mati Humprey Ejike Jefferson.

Ombudsman Temukan Maladministrasi Eksekusi Mati Humprey
Ketua Ombudsman Amzulian Rifai (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty (kanan), Anggota Ombudsman Ninik Rahayu (kedua kiri) dan Ahmad Suaedy (kiri) di Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (8/2). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Eksekusi terpidana mati Humprey Ejike Jefferson ternyata meninggalkan catatan penting bagi aparat penegak hukum Indonesia. Saat konferensi pers Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI hari ini (28/7/2017) di Gedung Ombudsman RI, sejumlah temuan perihal pelaksanaan eksekusi mati Humprey dipaparkan secara terbuka.

Ombudsman RI yang diwakili oleh pimpinannya, Ninik Rahayu menjelaskan bahwa pelaksanaan eksekusi mati Humprey tidak dijalankan sesuai ketentuan atau sarat dengan maladministrasi.

“Dalam pelaksanaannya (eksekusi mati), pihak Kejaksaan Agung berdasarkan temuan kami telah mengabaikan dua faktor penting yakni pengabaian hak asasi serta pengabaian prosedur,” terang Ninik.

Menurut temuan Ombudsman RI, pelaksanaan eksekusi mati seharusnya tidak dilaksanakan (ditunda) mengingat terpidana mati sedang mengajukan permohonan grasi. Mengenai prosedur dan ketentuan tersebut sudah diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 22 Tahun 2002.

Kemudian, tidak diteruskannya permohonan Peninjauan Kembali (PK) kedua milik Humprey ke Mahkamah Agung oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjukkan adanya perlakuan berbeda atau diskriminasi di antara terpidana mati yang lain. Sebab, Mahkamah Agung menerima berkas Peninjauan Kembali kedua atas nama Eugene Ape dan Zulfiqar Ali.

Lalu tidak digunakannya hak grasi Humprey seharusnya dapat segera ditindaklanjuti dengan melaksanakan eksekusi.

Berdasarkan temuan itu, pihak Ombudsman RI memberikan saran kepada Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta Badan Pengawas Mahkamah Agung perihal maladministrasi yang terjadi pada kasus Humprey.

Ombudsman RI meminta Kejaksaan Agung untuk memperhatikan kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang menyatakan Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengenai pembatasan jangka waktu pengajuan grasi 1 (satu) tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya, Ombudsman RI meminta Kejaksaan Agung melakukan perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati terutama soal pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya yakni hak atas informasi kepada keluarga terkait pelaksanaan hukuman mati yang dalam ketentuannya diberikan sebelum masa 3 (tiga) kali 24 jam.

Baca juga: Maladministrasi Eksekusi Freddy Budiman

Di lain sisi, Ombudsman RI juga meminta pihak Pengadilan Jakarta Pusat agar menerapkan ketentuan teknis Pengajuan Kembali (PK) tanpa adanya diskriminasi terhadap siapapun. Sedangkan untuk Badan Pengawas Mahkamah Agung, Ombudsman RI menghimbau untuk melakukan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal perlakuan berbeda atas permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan indikasi penyimpangan dalam kasus Humprey.

Indikasi maladministrasi dalam eksekusi terpidana mati Humprey berawal dari laporan LBH Masyarakat. Pihak LBH Masyarakat melaporkan Kejaksaan Agung karena diduga melakukan maladminstrasi dalam pelaksanaan eksekusi mati Humprey.

Baca juga: Kejaksaan Kaji Daftar Terpidana Mati yang akan Dieksekusi

Poin yang menjadi bahan laporan ialah keberadaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 jo Pasal 5 Tahun 2010 tentang Grasi yang tidak dilaksanakan sesuai prosedur oleh Kejaksaan Agung.

Humprey merupakan terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi bersama tiga terpidana mati lainnya, termasuk Fredy Budiman pada 29 Juli 2016.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari M Faisal Reza Irfan

tirto.id - Hukum
Reporter: M Faisal Reza Irfan
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Maya Saputri