Menuju konten utama

Ombudsman RI: PPDB Jalur Zonasi Paling Banyak Diadukan

PPDB zonasi punya 3 kendala utama: verifikasi dan validasi, kelemahan sistem, dan ketidakmerataan sosial dan geografis.

Ombudsman RI: PPDB Jalur Zonasi Paling Banyak Diadukan
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais saat menyampaikan hasil pengawasan PPDB 2024, di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024). Tirto.id/Auliya Umayna

tirto.id - Ombudsman RI merilis hasil pengawasan penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Data-data yang dihimpun Ombudsman dalam pengawasan ini meliputi periode2020-2024.

Ombudsman RI melakukan pengawasan pada tiga jalur PPDB, yakni jalur zonasi, afirmasi, dan prestasi. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa di antara ketiga jalur PPDB itu, jalur zonasi menjadi yang paling banyak diadukan.

Jika dirinci, Ombudsman RI menerima 594 pengaduan terkait PPDB sistem zonasi, 148 pengaduan PPDB sistem afirmasi, dan 366 pengaduan PPDB jalur prestasi.

"Semenjak tahun 2020 sampai 2024, terkait dengan laporan zonasi, kami menerima 594 laporan, di mana 31 persen terkait penyimpangan prosedur, 18 persen tidak kompeten, dan 13 persen tidak memberikan layanan," kata Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, dalam pemaparan hasil pengawasan PPDB di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024).

Indraza juga mengatakan bahwa 20 persen dari pengaduan tersebut berkaitan dengan permasalahan jarak. Terkait hal ini, Indraza menyebut terdapat banyak salah persepsi di masyarakat terkait PPDB sistem zonasi.

Sebagian masyarakat, papar Indraza, menganggap yang dimaksud dengan zonasi adalah jarak dari rumah ke sekolah. Padahal, zonasi yang dimaksud ditentukan dengan melihat data calon peserta didik yang ada. Sehingga, cakupan zona tersebut bisa berubah setiap tahun.

Kemudian, Indraza juga menjelaskan bahwa PPDB sistem zonasi punya tiga kendala utama, kendala verifikasi dan validasi (46 persen), kelemahan sistem (33 persen), dan ketidakmerataan sosial dan geografis (21 persen).

Kendala verifikasi dan validasi menyebabkan lolosnya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Kecurangan itu di antaranya terkait dengan dokumen dan alamat palsu. Lalu, kelemahan sistem berdampak pada masifnya manipulasi titik koordinat.

Sementara itu, ketidakmerataan sosial dan geografis menyebabkan adanya blank spot dan ketidaksamaan akses. Hal itu juga diperparah dengan tidak adanya upaya pemetaan wilayah zonasi oleh pemerintah daerah.

Pada PPDB jalur afirmasi, Ombudsman mengidentifikasi beberapa jenis malaadministrasi. Tiga malaadministrasi terbanyak adalah terkait penyimpangan prosedur (39 persen), tidak memberikan layanan (24 persen), dan penundaan berlarut (13 persen).

Dalam PPDB sistem prestasi, kata Indraza, Ombudsman juga mendapati sejumlah bentuk malaadministrasi. Tiga yang terbanyak adalah penyimpangan prosedur (36 persen), diskriminasi (25 persen), dan tidak memberikan layanan (14 persen).

Tak hanya itu, Indraza juga menjelaskan beberapa kendala yang terjadi dalam sistem ini. Kendala itu di antaranya terkait dengan penilaian dan rapor para calon peserta didik. Hal itu meliputi tidak transparannya penilaian atau nilai yang tertera pada rapor, adanya perbedaan standar nilai rapor antar sekolah, serta manipulasi data nilai rapor.

"Seperti pemalsuan nilai rapor fisik, katrol nilai e-rapor, dan masalah teknis penginputan," tuturnya.

Selain itu, terdapat juga kendala berupa calon peserta didik yang menggunakan sertifikat abal-abal, belum optimalnya mekanisme verifikasi dan validasi, serta adanya tes kompetensi ulang.

Indraza menyebut bahwa Ombudsman RI juga mendapat temuan pascapelaksanaan PPDB, yaitu penambahan rombongan belajar, belum optimalnya pengawasan internal, masifnya permintaan siswa titipan, belum adanya penanganan siswa tercecer.

"Kemudian, adanya penetapan peserta didik baru di luar jalur resmi, belum optimalnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik, dan belum dilaksanakannya tindakan korektif dari Ombudsman," ucapnya.

Atas temuan-temuan selama pengawasan itu, Indraza mengatakan bahwa Ombudsman RI telah menyimpulkan beberapa saran kepada pemerintah. Saran-saran itu meliputi:

- Menyusun peta jalan pengembangan satuan pendidikan,

- Evaluasi dan pembaharuan regulasi Permendikbud 1/2021,

- Mengoptimalkan peran BPMP dan BBPMP selaku perpanjangan tangan Kemendisdasmen,

- Optimalisasi koordinasi dan komitmen,

- Meminimalisir favoritisme sekolah,

- Pembaruan surat edaran bersama Kemendagri,

- Optimalisasi peran pengawas internal dan eksternal.

Baca juga artikel terkait PPDB atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Edusains
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi