tirto.id - Oka Rusmini membacakan tiga buah puisi di kaki bukit Gunung Andong. Ketiga puisi tersebut merupakan bagian dari interpretasi kehidupan Oka selama ini dan secara khusus menjadi seorang perempuan dan juga ibu.
“Malam ini saya ingin berbagi bagaimana rasanya menjadi seorang perempuan ketika hamil,” kata Oka Rusmini di hadapan peserta dan tamu undangan Borobudur Writer and Culture Festival (BWCF) 2016 di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Ngeblak, Gunung Andong, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (6/10/2016) malam.
Ia menambahkan, ketiga puisi yang dibacakannya ini merupakan fragmen kehidupannya dari menjadi seorang calon ibu sampai melahirkan. Ia mengisahkan sejumput perasaan ketika menunggu di depan ruang tunggu dokter, kemudian pada sesi pengobatan dokter memberinya obat kapsul yang harus dimasukkan ke dalam vagina. “Saya mencoba mengilustrasikannya ke dalam puisi,” ujar Oka.
Puisi yang dimaksud oleh Oka tersebut berjudul Vagistin yang berasal dari nama sejenis obat untuk menjaga kehamilan agar tetap kuat. Penggalan puisi berjudul Vagistin itu berbunyi:
“...hujan mematahkan pucuk kambojaku
aku meletakkan tubuh, lelaki itu datang lagi
selusin pisau, obat bius, dan kerak tulang disodorkan kepadaku
katanya, buka kakimu”
Puisi kedua yang ia bawakan berjudul Jari, Telunjuknya Patah, berikut penggalan puisi tersebut:
“...
tubuhku menelan putih telunjuknya,
kutelan dia sambil memaku tubuhku,”
Oka menjelaskan penggalan puisi di atas juga merupakan pengalaman seorang perempuan ketika berada di ruang tunggu dokter kandungan. Kemudian dia masuk ke dalam dan harus berobat.
Puisi ketiga yang dibacakan oleh Oka ialah puisi berjudul Pasha. Sebelum mulai membaca ia mengatakan puisi ini diciptakannya setelah ia melahirkan.
“Bagaimana rasanya menjadi seorang ibu ketika tubuhnya berbagi dengan daging asing yang tumbuh di dalam tubuhnya seperti akar-akar yang merusak pikiran dan seluruh hidup dan perasaan saya pada saat itu,” kenangnya ketika berusaha menggambarkan seluruh rasa yang ia rasakan ketika melahirkan.
Oka rusmini adalah seorang penulis puisi, cerpen, novel. Kini ia tinggal di Denpasar, Bali. Ia pernah meraih SEA Write Award di Thailand (2012) dan Kusala Sastra Khatulistiwa 2013-2014 untuk buku puisi berjudul Saiban.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh