tirto.id - Berdasarkan hasil laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat bahwa dana repatriasi dari amnesti pajak hingga 27 Desember 2016 baru mencapai Rp89,6 triliun, atau baru sekitar 62 persen dari total komitmen repatriasi wajib pajak sebesar Rp143 triliun.
"Tapi itu per 27 Desember 2016, masih ada empat hari lagi. Jadi bisa bertambah," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Irwan Lubis usai paparan akhir tahun di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Irwan menuturkan, dari dana repatriasi yang masuk sebanyak Rp88,2 triliun masuk ke bank gateway atau bank persepsi, kemudian Rp1,27 triliun masuk melalui manajer investasi, dan Rp832 miliar melalui pedagang perantara efek.
Sementara, Bank Indonesia masih menunggu realisasi wajib pajak untuk merepatriasi asetnya sesuai komitmen para wajib pajak tersebut pada periode I amnesti pajak.
"Kami mengonfirmasi angka dari OJK memang angka yang juga kita pantau, tetapi bentuk komitmen untuk mencapai angka [Rp143 triliun] itu sudah disampaikan, kita akan tetap pantau terus di lembaga gateway," kata Gubernur BI Agus Martowardojo.
Adapun batas waktu realisasi repatriasi aset untuk periode pertama amnesti pajak adalah 31 Desember 2016, sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Pengampunan Pajak Nomor 11 Tahun 2016.
Bagi wajib pajak peserta amnesti pajak periode pertama, namun tidak merepatriasi asetnya hingga 31 Desember 2016, maka Menteri Keuangan dapat mengeluarkan surat peringatan bagi wajib pajak tersebut. Surat tersebut harus direspons wajib pajak dalam waktu 14 hari.
Jika dalam respons tersebut, wajib pajak memang belum merepatriasi asetnya sesuai tenggat waktu, maka harta yang sudah dideklarasikan di Surat Pernyataan Harta (SPH) akan dihitung sebagai harta tambahan pada tahun 2016, seperti diatur dalam pasal 13 UU Pengampunan Pajak.
Harta tambahan itu akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan sanksi admnistarisi bertarif normal. Sementara uang tebusan yang telah dibayarkan oleh wajib pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak, demikian yang dihimpun dari Antara.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari