tirto.id - Selepas dipermalukan Galaxy Note 7, yang bisa meledak akibat masalah pada baterai, Samsung menggebrak dunia pada awal 2017. Samsung membalasnya citra buruk Note 7 itu dengan Galaxy S8, ponsel dengan konsep Infinity Display.
Infinity Display merupakan konsep layar ponsel minim-cangkang atau bezelless, yang membuat bagian muka ponsel seakan-akan hanya layar. S8 sendiri, punya rasio screen-to-body yang mencapai 83,6 persen. Presiden Samsung Electronics Indonesia Jaehoon Kwon menyebut S8 "merupakan terobosan terbaru Samsung". Terobosan yang disebut The Guardian sebagai prestasi terbaik dalam desain ponsel pintar selama bertahun-tahun.
S8, singkat The Guardian, adalah "kecantikan sederhana".
Untuk mencipta tampilan nirbatas, jelas ada yang harus dikorbankan. Sensor pemindai sidik jari, yang jadi pengaman ponsel, dipindah ke bagian belakang. Namun, ada juga perkakas yang tidak bisa dipindah. Itulah modul kamera, yang kemudian mengganjal tampilan ponsel untuk benar-benar jadi nirbatas.
Dua bulan selepas S8 meluncur, Andy Rubin, bapak kandung Android, memperbaiki keterbatasan tampilan nirbatas itu melalui ponsel ciptaannya sendiri. Ialah Essential Phone, ponsel Android dengan notch alias jambul untuk menempatkan modul kamera.
“Jadi, apa yang kami lakukan adalah kami melekuk [kamera] keluar dan ya, itu terlihat lucu, tapi di tempat [kami menempatkan kamera tersebut] kami tahu bahwa pada sistem operasi Android, ikon notifikasi berada di sana. Jadi, kamu sesungguhnya tidak kehilangan apa pun,” kata Rubin, sebagaimana dikutip Mashable.
Atas desain yang baru di dunia ponsel tersebut, Rubin sukses meningkatkan rasio screen-to-body. Jika pada S8 rasionya berada di angka 83,6 persen, di Essential Phone rasionya meningkat jadi 84,9 persen.
Notch ala Essential Phone kemudian dipopulerkan lebih jauh oleh iPhone X dari Apple. Pada iPhone X, Apple menyematkan Face ID, sebuah fitur pengenalan wajah dengan memanfaatkan kamera beresolusi 7MP dengan bukaan f/2,2 dan mengusung konsep TrueDepth pada modul kamera depan ponsel.
Tercatat Huawei, Xiaomi, OPPO, Vivo, dan produsen smartphone lainnya, ramai-ramai merilis ponsel ber-notch, ponsel yang membikin bagian depan seolah-olah hanya layar semata.
Sayangnya, dunia ponsel nampaknya belum puas. Mereka ingin melahirkan ponsel yang benar-benar layar sepenuhnya, tanpa ada modul kamera.
Usaha “Menyingkirkan” Kamera dari Ponsel
Pada Juni 1997, modul kamera tersemat untuk pertama kalinya pada ponsel, yakni Sharp J-SH04. Sejak itu, lambat laun teknologi kamera ponsel berkembang, hingga modul kamera kini dianggap sebagai perkakas wajib, bahkan penentu ponsel pintar.
Pada 2007, mengutip laman XDA-Developers, Samsung merilis kamera flip yang mengusung konsep dual kamera. Di ranah smartphone, konsep dual kamera diperkenalkan oleh HTC EVO 3D dan LG Optimus 3D.
Baru-baru ini, Google, raksasa mesin pencari, melalui lini ponsel Pixel mereka, mencipta chip khusus untuk memproses foto dengan 8 inti pemrosesan. Chip itu bernama Google Visual Core, yang di dalamnya tertanam teknologi HDR+ dan RISR (Rapid and Accurate Image Super-Resolution). HDR+ akan memproses foto menghasilkan rentang cahaya yang banyak, sementara RISPR digunakan untuk memperbaiki digital zoom, yang selama ini menjadi celah paling busuk dalam dunia kamera ponsel.
Pendeknya, modul kamera pada ponsel terus mempercanggih diri, memperpendek jarak kualitas antara kamera ponsel dengan kamera profesional.
Pada ponsel kiwari, kamera semakin memerankan faktor kunci. Ia menjadi medium antar-muka saat video call. Tentu yang utama: menjadi alat mengabadikan diri sendiri atau “selfie.” Diwartakan Business Insider, ada 1,2 triliun foto yang diambil manusia di seluruh dunia pada 2017. Dari jumlah itu, 85 persen disumbang melalui modul kamera yang tersemat pada ponsel. Kamera digital konvensional hanya menyumbang 10,3 persen dari total foto yang diciptakan dunia itu.
Atas fungsi-fungsi itu, kamera pada ponsel tak hanya tersemat pada bagian belakang atau rear camera, tapi juga depan alias front camera atau selfie camera. Karenanya, modul ini memakan tempat. Dalam kasus Samsung, modul itu membuat karakter tampilan nirbatas jadi tak sepenuhnya tanpa batas.
Dalam perkembangannya, untuk menciptakan layar yang mengusung konsep “infinity” sebenar-benarnya, Samsung telah membikin dua konsep notch. Dua konsep notch itu ialah V dan O. Notch dibentuk seperti huruf V, seperti pada varian Galaxy A20 atau M20. Notch yang berbentuk seperti huruf O bisa dilihat pada Galaxy S10.
Menurut laporan The Verge, pada 22 Maret kemarin, Samsung melangkah lebih jauh. Mereka menghilangkan notch demi membuat karakter nirbatas yang sempurna dengan “notchless infinity screen.”
Kemungkinan, ponsel dengan karakter notchless infinity display itu ada pada Galaxy A90. Modul kamera diperkirakan akan dipasang secara pop-up atau flip-out.
Sialnya, jika Samsung menggunakan konsep pop-up atau flip-out, perusahaan ini akan mudah dituduh menduplikasi apa yang dilakukan OPPO dan Vivo.
FindX merupakan ponsel dari OPPO yang terbebas dari notch. Modul kamera disembunyikan dalam modul flip-out di ponsel itu. Pada kameranya, OPPO membenamkan 3D Face Recognition atau teknologi pemindai wajah adalah teknologi yang disematkan OPPO untuk proses otentifikasi.
Untuk sistem ini, OPPO menyematkan flood illumination, infrared camera, ranging sensor, receiver, hingga dot projector di modul kamera depan. Teknologi yang tersemat di Find X ini diklaim menggunakan 15 ribu titik pengenalan wajah, yang berguna untuk mengidentifikasi wajah sang pemilik. Jumlah titik pengenalan wajah itu setengah dari yang disematkan Apple pada iPhone X dengan 30 ribu titik.
Di sistem OPPO itu, kamera depan dan belakang disembunyikan. Lain dengan Vivo, yang dengan Nex, hanya menyembunyikan modul kamera dengan sistem pop-up. Kala kamera depan diaktifkan, modul akan muncul.
Kedua sistem itu, pop-up maupun flip-out, membuat produsen bisa benar-benar menciptakan ponsel yang memiliki tampak depan layar sepenuhnya.
Editor: Maulida Sri Handayani