Menuju konten utama

Nusron: SHM Pagar Laut Bekasi Terbit Akibat Ulah Pegawai ATR/BPN

Nusron mengatakan sertifikat SHM pagar laut Bekasi terbit karena ada pendaftaran tanah tanpa prosedur oleh pegawai ATRATR/BPN.

Nusron: SHM Pagar Laut Bekasi Terbit Akibat Ulah Pegawai ATR/BPN
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, usai mengikuti rapat kerja bersama komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (30/1/2025). Tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengatakan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait kasus pagar laut di Bekasi, khususnya di Desa Segara Jaya, Taruma Jaya adalah murni ulah pegawai ATR/BPN.

"(Pagar laut) Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, ini murni ulah oknum tanda petik ATR/BPN," kata Nusron saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Nusron mengungkap, kejadian ini diawali pada tahun 2021 saat pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Semula, kata Nusron, sebanyak 89 Sertifikat Hak Milik (SHM) diterbitkan kepada 67 orang dengan total luas lahan 11,263 hektare berupa tanah darat di perkampungan.

Namun, pada Juli 2022, terjadi perubahan data pendaftaran tanah tanpa prosedur resmi sehingga penerima sertifikat berkurang menjadi 11 orang dengan luas lahan meningkat menjadi 72,571 hektare berupa perairan laut.

"Ini dulunya sertifikat awalnya di darat, tiba-tiba berubah, pindah ke laut. Saya akui ini ulah oknum internal ATR/BPN setempat. Kami sedang usut," ungkap Nusron.

Saat ini, Nusron mengaku pihaknya tengah menginvestigasi terkait keterlibatan sertifikat ini. Selain itu, Nusron juga membeberkan alasan menjatuhkan sanksi terhadap delapan pejabat di Kantor Pertanahan Tangerang imbas kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Dari delapan pejabat yang disanksi berat, enam pegawai diberi sanksi pemberhentian dari jabatan.

Dia menganggap, orang-orang tersebut tak bijaksana dan berhati-hati dalam menerbitkan sertifikat tersebut. Pasalnya, kata dia, aspek kelengkapan dokumen yuridisnya lengkap dan prosedurnya juga terpenuhi.

“Tapi ketika kita cek kepada fakta meteriilnya itu tidak sesuai karena sudah tidak ada bidang tanah. Karena itu yang bersangkutan sudah kita tetapkan untuk dijatuhkan sanksi,” ujarnya.

Nusron menyebut, sanksi yang diberikan terhadap pegawai tersebut adalah sanksi administasi berupa pencopotan atau sanksi berat karena produknya merupakan tata usaha negara.

“Kecuali kalau di situ ada unsur-unsur mens rea misal dia yang bersangkutan terima suap, terima sogokan atau apa, itu baru masuk ke narapidana,” ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menjatuhkan sanksi kepada delapan pejabat di Kantor Pertanahan Tangerang imbas kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Dari delapan pejabat yang disanksi berat, enam pegawai diberi sanksi pemberhentian dari jabatan.

“Kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Nusron tak merinci pegawai yang terkena sanksi tersebut. Akan tetapi, dia membeberkan inisial delapan pegawai yang terjerat sanksi berat antara lain JS (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang pada saat penerbitan sertifikat); SH (mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang); ET (mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantah Tangerang); WS (Ketua Panitia A); YS (Ketua Panitia A); NS (Panitia A); LM (mantan Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET); KA (mantan pelaksana tugas Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang).

Baca juga artikel terkait PAGAR LAUT atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher