tirto.id - Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, Nurhayati, merasa lega setelah status tersangka dirinya dicabut oleh aparat penegak hukum. Ia pun siap menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi yang menyeret mantan atasannya.
"Setelah mendapat SKP2 dari Kejaksaan, beban yang saya pikul selama tiga bulan hilang, dan sangat senang. Saya siap untuk menjadi saksi," ujar dia dilansir dari Antara, Rabu (2/3/2022).
Nurhayati berharap masyarakat yang mengetahui dugaan praktik korupsi untuk berani mengungkap dan melaporkan ke aparat berwenang. "Jangan takut lapor," jelas dia.
Nurhayati turut ditetapkan menjadi tersangka setelah membantu mengungkap dugaan korupsi dana desa yang dilakukan Kepala Desa Citemu, Supriyadi.
Ia mengungkapkan kekecewaannya kepada aparat penegak hukum atas penetapan tersangka ini. Kekecewaan Nurhayati diluapkan dalam sebuah video yang viral di media sosial.
“Saya yang memberikan keterangan dan informasi kepada penyidik selama dua tahun proses penyelidikan kasus korupsi yang dilakukan S Desa Citemu. Diujung akhir 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar petunjuk Kejari,” ujar Nurhayati dalam video tersebut dikutip Senin (21/2/2022).
Menkopolhukam Mahfud MD memberi atensi atas peristiwa ini. Ia melakukan pertemuan dengan Polri dan Kejaksaan untuk mencari solusi atas masalah tersebut. Sejurus kemudian, perkara Nurhayati dihentikan dan status tersangkanya dicabut.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai Nurhayati mesti mendapat perlindungan, bahkan identitas dirinya sebagai pelapor yang membantu terkuaknya dugaan korupsi dana desa mesti dirahasiakan. Begitulah mekanisme kerja sama dengan melibatkan justice collabolator dan whistleblower.
“Untuk menangkap kepala mafia, maka yang diajak kerjasama wakilnya; dengan tidak dijadikan tersangka. Kalau seperti kasus di Cirebon, kita kembali ke zaman baheula. Pengungkapan yang sangat purbakala,” ujar Boyamin kepada Tirto, Senin (21/2/2022).
Menurut Boyamin, penetapan Nurhayati sebagai tersangka bertentangan dengan Pasal 51 Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana.
Nurhayati, kata Boyamin, mestinya mendapat apresiasi karena telah berani mengungkap praktik rasuah di instansinya, dan hukum mesti melindungi dia.
Editor: Fahreza Rizky