tirto.id - Pemerintah perlu mewaspadai perlambatan ekonomi global karena dapat berefek buruk bagi non performing loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah perbankan. Komisaris Independen Bank BCA Raden Pardede mengatakan NPL perbankan berada di kisaran 2,6 persen per Agustus 2019 lalu, dan berada dalam tren yang meningkat.
Kendati demikian, Pardede mengatakan angka NPL itu masih bisa ditekan. Caranya dengan pemberian stimulus oleh pemerintah, untuk mencegah pelemahan ekonomi.
“Mungkin masih akan naik tapi itu hal yang lumrah. Masih jauh dari batas tapi NPL masih bisa dikurangi,” ucap Pardede kepada wartawan saat ditemui pada Senin (4/11/2019).
Wakil Komisi tetap bidang ekonomi kerakyatan dan koperasi Kadin Indonesia, Sharmila menyatakan saat ini dampak perlambatan ekonomi global pada peningkatan NPL sudah mulai terasa. Ia bilang sektor tekstil dan properti kini banyak menyumbang NPL.
Sharmila mengungkapkan, ada sejumlah sektor yang NPL-nya di atas nilai rata-rata 2,6 persen. Mereka adalah real estate akomodasi (6 persen), perdagangan (5,9 persen), pengolahan (3,7 persen), konstruksi (3,6 persen), pertambangan (3,1 persen). Secara garis besar, sektor-sektor ini memang yang kerap disorot sebagai yang menerima pengaruh cukup keras dari perlambatan ekonomi global.
“Tekstil dan properti juga banyak menyumbang NPL. Daya beli masyarakat lagi rendah,” ucap Sharmila dalam paparannya.
Wakil Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) La Ode Saiful Akbar mengatakan potensi peningkatan NPL juga terjadi di sektor konstruksi. Penyebabnya saat ini banyak pekerjaan kontruksi dikuasai BUMN. Swasta harus puas menjadi subkontraktor saja. Masalahnya, pembayaran yang diterima swasta sebagai subkontraktor tergolong lambat antara 3-6 bulan. Akibatnya swasta mau tidak mau harus mencari pinjaman bank.
Saat berurusan dengan bank, pengusaha konstruksi juga masih kesulitan. Untuk proyek dengan jangka waktu 6-8 bulan, mereka harus menanggung bunga 12-13 persen per tahun yang dianggap cukup memberatkan. Belum lagi jaminan yang harus disediakan perusahaan cukup besar yaitu 120 persen dari nilai kontrak padahal seharusnya cukup bukti ada kontrak yang mereka pegang.
“Pembayarannya menjadi lambat maka berdampaklah pada peningkatan NPL,” ucap La Ode dalam paparannya.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Fauzi ichsan menilai NPL Indonesia saat ini masih cukup aman. Ia bilang selama pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di kisaran 5-5,1 persen maka keadaan industri dan makro Indonesia bisa dijaga.
Kendati NPL selama 3 bulan terakhir naik, menurutnya hal itu tak masalah karena rasio kredit yang berisiko atau loan at risk masih terjaga di 10,5 persen. Pertimbangan lain, suku bunga dunia dan Indonesia sendiri masih cukup rendah sehingga NPL bisa dijaga di bawah 3 persen.
“NPL masih bisa dijaga di bawah 3 persen. Kita melihatnya bantalan pemodalan perbankan Indonesia, pertumbuhan ekonomi stabil, dan turunnya suku bunga,” ucap Fauzi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti