tirto.id - Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami kenaikan sebesar 0,77 persen menjadi 109,84 pada Januari 2023. Peningkatan itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani (it) naik 1,40 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar petani yang naik sebesar 0,63 persen.
Kepala BPS, Margo Yuwono mengungkapkan, komoditas penyumbang utama dari kenaikan NTP diantaranya berasal dari harga komoditas cabai, bawang merah, cabai rawit dan jagung. Peningkatan NTP tertinggi di bulan Januari terjadi pada subsektor tanaman pangan, di mana NTP tersebut naik sebesar 2,07 persen.
"Peningkatannya terjadi karena indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini naik 2,72 persen atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar petani yang hanya meningkat 0,63 persen," ujar Margo dalam Rilis BPS, di Kantornya, Jakarta, Rabu (2/1/2023).
Margo mengatakan komonitas yang dominan dan mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani masih berasal dari komoditas padi dan palawija khususnya komunitas jagung dan ketela pohon. Sedangkan subsektor lain seperti pembudidaya iman mengalami penurunan.
"Sekali lagi NTP tanaman pangan pada Januari 2023 mencapai 103,82 atau naik 2,07 persen dan hortikultura 112,17 atau naik 1,96 persen," katanya.
Adapun NTP Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami kenaikan tertinggi (2,27 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan terbesar (2,11 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.
Sejalan dengan NTP, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional pada Januari 2023 juga tercatat naik. Pada bulan lalu NTUP tercatat sebesar 109,95 atau naik 0,92 persen dibanding bulan sebelumnya.
Peningkatan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 1,40 persen atau lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang hanya naik sebesar 0,48 persen.
"Kalau diperhatikan komoditas yang dominan yang berpengaruh kepada kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal diantaranya berasal dari upah untuk proses produksi, membajak dan penanaman," katanya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat