Menuju konten utama

"Musik Sastra, Salah Satu Sarana Merayakan Kehidupan"

Ananda Sukarlan, musisi berbakat asal Indonesia yang telah berkiprah di daratan Eropa ini sudah menggubah 200-an musik klasik. Ia juga memberikan perhatian khusus untuk musik klasik, dengan mengadakan Ananda Sukarlan Award. Baginya, musik klasik merupakan musik sastra, sebuah sarana untuk merayakan kehidupan.

Ananda Sukarlan [Foto/www.alchetron.com]

tirto.id - Banyak orang berkata musik klasik itu bikin ngantuk, ada pula yang mengatakan musik klasik itu hanya untuk orang intelek karena harus mampu memahami akord dan progresnya yang lumayan rumit. Tidak demikian bagi Ananda Sukarlan. Ia akan mengatakan musik klasik bisa membuat mengantuk jika Anda mengacu pada karya Beethoven berjudul Moonlight Sonata. Akan tetapi, Anda akan mengatakan berisik pada Hungarian Rhapsody-nya Franz Liszt atau Romeo & Juliet-nya Prokofiev yang memberi kesan lagu cinta.

Ketika ditanya mengenai aliran musiknya, Ananda Sukarlan mengaku aliran musiknya adalah musik sastra, sebagai langkah untuk memudahkan masyarakat-khususnya masyarakat Indonesia-pada musik klasik. Berikut, hasil bincang-bincang tirto.id, pada Juli 2016 dengan Ananda Sukarlan, yang dikenal sebagai pianis, komponis, pendidik, penulis, dan aktivis kebudayaan Indonesia itu. Ia bicara panjang lebar tentang apa itu musik sastra, bakat bermusik anak-anak, perkembangan musik klasik di Indonesia, dan arti penggemar atau pendengar baginya.

Kenapa aliran bermusik Anda dinamakan musik sastra, padahal dunia lebih mengenal musik klasik?

Sastra adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, apapun profesi yang ditekuni oleh seseorang. Buat saya, menggubah musik sastra adalah salah satu sarana untuk merayakan kehidupan. Kita hidup untuk satu hal, yaitu keindahan.

Sudah ada berapa karya yang Anda ciptakan sejauh ini?

Sudah ada 200 karya vokal dari puisi sampai sekarang. Tapi kalo dari cerita rakyat (konser Symphonic Legends) baru ini pertama kali. Direncanakan konser Symphonic Legends akan diberlangsungkan pada September 2016.

Puisi-puisi siapa saja yang pernah Anda gubah ke dalam musik?

Puisi Sapardi Djoko Damono, Rendra, Joko Pinurbo, William Shakespeare dan banyak lagi.

Kapan pertama kali menciptakan karya musik dari puisi?

Wah itu sejak kapan ya ..., kira-kira tahun 1990an. Waktu itu, puisi karya Walt Whitman merupakan puisi berbahasa asing yang pertama kali saya buat.

Judul puisi apa yang paling dikenang selama menggubah musik?

Judul puisi “Dalam Doaku” karya sapardi Djoko Damono

Bagaimana memperoleh inspirasi dalam menggubah lagu?

Soal inspirasi itu tergantung pada karya apa, misalnya “Rescuing Ariadne” untuk flute dan piano yang panjangnya kurang lebih 7 menit itu terinspirasi dari lukisan Titian di National Gallery di London, yang bertajuk “Bacchus & Ariadne”. Sketch lagu itu saya buat di depan lukisan tersebut di museum kurang lebih selama setengah jam. Setelah itu, barulah proses penulisan dan penguraian details, proses ini bisa makan waktu berminggu-minggu.

Sedangkan karya yang terinspirasi dari puisi, bergantung pada kompleksitasnya, seperti lagu saya berjudul “Iras” berdasarkan puisi Adimas Immanuel atau “La Ronde” dari puisi karya Sitor Situmorang, butuh waktu sampai tiga hari.

Apa Anda tertarik untuk membuatkan musik anak-anak di tanah air?

Saya sudah membuat buku musik untuk piano dari pemula sampai remaja. Semua terkumpul dalam Alicia's Piano Book. Sekarang sudah terbit lima buah buku, yang keenam direncanakan akan terbit akhir tahun ini. Oh ya, konser saya bertajuk Symphonic Legends merupakan salah satu cara mendekatkan musik klasik ke anak-anak.

Bicara soal bakat anak-anak dalam bermusik, Anda pernah berfikir perbedaan antara anak punya bakat dengan kesempatan besar, dan anak dengan bakat tapi tak punya kesempatan besar?

O banget, makanya saya dirikan Yayasan Musik Sastra Indonesia. Soalnya saya dulu juga gitu, orang tuanya saya tak punya banyak materi.

Yayasan ini sebagai salah satu bentuk mengenalkan dan sekaligus menumbuhkan minat dan bakat anak-anak di dunia musik, dengan harapan anak-anak yang punya bakat namun kurang mampu dalam materi bisa ikut serta dalam pelatihan ini dan bakatnya menjadi terasah.

Apa keuntungan anak-anak mempelajari musik sastra atau klasik (minimal mendengarnya)?

Menurut hasil riset, musik terbukti berguna untuk kecerdasan dan untuk perkembangan jiwa. Meskipun faktor penentu kebutuhan biologis mendengarkan musik masih belum diketahui, namun menurut hasil studi terbaru, mendengarkan musik klasik meningkatkan aktivitas gen yang menghasilkan sekresi dopamin serta memperkuat daya memori. Mendengarkan musik akan memperkuat fungsi kognitif kompleks yang ada di otak manusia, yang diketahui dapat menginduksi beberapa perubahan neuronal dan fisiologis.

Efek yang lebih bagus lagi jika anak tidak hanya mendengarkan, tapi juga mencoba memainkan alat musik. Bermain instrumen melibatkan kegiatan fisik yang akan menumbuhkan daya kreativitas, imajinasi, keterampilan psikologis, dan pola pikir. Ketrampilan psikologis itu mencakup rasa ingin tahu, keuletan dalam memecahkan masalah, dan kesabaran untuk bertahan selama mengerjakan tugas berat serta menghalau rasa bosan, hingga kemampuan untuk menunda rasa puas, dan masih banyak lagi efek baik lainnya.

Kenapa musik klasik sulit berkembang di Indonesia?

Jenis musik ini membutuhkan penanganan yang berbeda dengan jenis musik-musik lain yang sudah komersial. Manajemen musik ini sedang dalam uji coba di Indonesia. Sementara itu, penerimaan publik Indonesai terhadap musik ini berbeda. Sehingga tidak mudah menerapkan manajemen musik klasik di Indonesia. Indonesian problems need Indonesian solutions.

Apakah ada hubungannya dengan pemikiran yang menyatakan musik klasik atau sastra itu hanya untuk orang intelek?

Pemikiran ini muncul dari pengajaran dan marketing yang keliru dari para musikus sendiri dan “snobs” yang membuat pemikiran penikmat musik menjadi “segmented”. Kesalahan para musikus adalah ada yang membanggakan betapa sulit memainkan musik sastra. Mereka mengatakan, butuh tahunan untuk melatih dan mempelajari musik sastra. Oleh karenanya, ada banyak orang yang hanya fokus pada gerakan jari-jari pianis ketika nonton konser musik sastra, penonton jadi (harus) kagum pada kecepatan gerak jari, progresi akord, latar belakang musik, dan lain sebagainya. Pendeknya, penonton menjadi lupa untuk menikmati! Buat saya, cukup Anda bisa mendengarnya dan merasa “uuh” (something!).

Bagi Anda, siapa itu penggemar atau pendengar musik Anda?

Konsumen itu bukan raja. Konsumen itu teman, mitra atau rekan. Teman yang akan mengetahui dan saya harap memahami apa yang ingin saya sampaikan. Ingat, orang yang minta tiket gratis atau diskon itu tidak termasuk kategori teman. Sedangkan konsumen dan produsen posisinya sederajat dan saling mengisi. Keinginan konsumen belum tentu harus dipenuhi guna menjaga kualitas karya.

Baca juga artikel terkait MUSIK atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Musik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti