tirto.id - Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi menyatakan ada diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah perihal pemberlakuan protokol kesehatan, yakni saat pemerintah memperkenankan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Kamar Dagang Indonesia VII di Kendari pada 30 Juni-1 Juli 2021.
“Publik sudah mengingatkan, bahkan mengecam (Munas Kadin), tapi pemerintah tidak mendengar. Justru tetap menjalankan adanya agenda itu. Hal ini memperlihatkan adanya diskriminatif antara pengusaha besar dan pedagang kecil,” ujar dia dalam konferensi pers daring, Selasa (27/7/2021).
Omongan itu bukan tak berdasar, sebab pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam penanganan pandemi COVID-19. Masyarakat kelas menengah ke bawah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan, malah jadi sasaran penertiban aparat.
Contohnya, anggota Satpol PP yang menampar Nurhalim dan melempar bangku ke Amriana. Dua korban itu adalah pasutri pemilik kafe di Gowa, Sulawesi Selatan, yang menjadi target amuk aparat di masa PPKM Darurat dengan dalih kafe masih beroperasi di luar jam pembatasan.
“Munas tersebut menjadi klaster penyebaran COVID-19 dengan menimbulkan 16 peserta positif (COVID-19) dan satu di antaranya meninggal dunia,” imbuh Andi. Pelaksanaan Munas sejatinya mendapat kecaman, publik meminta agar kegiatan itu ditunda karena situasi pandemi sedang memburuk dan kasus melonjak drastis.
Ketua Penyelenggara Munas Kadin VII Adisatrya Sulisto mengatakan 16 peserta munas yang dinyatakan positif COVID-19 diketahui berdasarkan hasil tes PCR sebelum masuk area acara. Awalnya, ada empat peserta yang dinyatakan positif Corona pada 29 Juni, salah satunya adalah Rudy D Siregar yang meninggal dunia setelah dirawat selama enam hari. Kemudian sehari berikutnya ada tujuh orang positif, dan pada 1 Juli, terdapat lima orang yang dinyatakan positif.
“Menurut penilaian kami mereka kena COVID-19 dari tempat mereka pergi sebelumnya,” kata Adisatrya, kepada reporter Tirto, Jumat (9/7). Setelah Munas dibuka pada 30 Juni dan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, kemudian dilanjutkan dengan rapat, panitia tak lagi mengetahui atau melacak kemungkinan kontak erat.
“Kami penyelenggara hanya melakukan tes PCR yang mau masuk ke arena munas. Setelah munas selesai kembali ke daerah masing-masing, itu bukan tanggung jawab kami sebagai penyelenggara lagi. Apakah setelah mereka balik ke Jakarta terus kondisi negatif atau positif, kami tak punya datanya karena di luar wewenang kami,” lanjut dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri