tirto.id - Rapat Pleno ke-15 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas ancaman komunisme terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rapat pleno itu mengambil tema pembahasan "Upaya Bersama Menghadapi Ancaman Terhadap NKRI."
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin mengatakan indikasi ancamannya terlihat dari adanya penggunaan lambang berbau komunis oleh sejumlah komunitas di Indonesia.
"Komunisme itu nyata, bukan ilusi. Komunisme adalah ideologi yang secara diametral mengancam eksistensi Pancasila. Praktiknya dapat kita lihat secara gamblang seperti adu domba masyarakat dan penggunaan lambang komunis oleh komunitas-komunitas tertentu," kata Din Syamsuddin di rapat pleno ke-15 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta pada Rabu (22/2/2017) sebagaimana dilansir Antara.
Makanya, Din menyerukan agar ancaman Komunisme tidak dianggap remeh dan perlu mendapatkan perhatian seluruh elemen bangsa. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu juga mendesak pemerintah tidak melakukan hal yang bersifat permisif terhadap komunisme.
"Secara nasional kita sudah pernah diobrak-abrik oleh komunisme. Tentu pemerintah dan masyarakat bisa melakukan pencegahan penyebaran ideologi komunisme dengan penyadaran budaya melalui lembaga pendidikan dan keagamaan," ujar dia.
Menurut Din pencegahan pengaruh komunisme ini akan menjadi salah satu poin rekomendasi Dewan Pertimbangan MUI bagi Pengurus Pusat MUI. Dengan begitu, MUI diharapkan mencegah pengaruh komunisme di kalangan masyarakat dan Ormas Islam.
Ancaman Keamanan Negara Kini Terus Berubah dan Beragam
Di tempat lain, saat memberikan kuliah umum di Universitas Pertahanan Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan ancaman untuk negara Indonesia saat ini jauh lebih beragam dibanding dahulu dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Terutama karena pengaruh globalisasi.
"Ada perbedaan indikator (dibanding dulu), contohnya pengguna handphone di Indonesia dulu hanya 23 juta, tapi sekarang ada 340 juta. Padahal jumlah penduduk hanya 230 juta jiwa," katanya.
Belum lagi, dia menambahkan, “Perkembangan pesat media sosial.”
Karena itu, menurut dia, sistem pertahanan negara perlu berkembang cepat mengikuti perubahan jenis dan ragam ancaman untuk negara.
"Ancaman sudah beragam, ada kapitalisme, terorisme, illegal loging, narkoba, ini ancaman baru yang cakupannya luas dan langsung menyerang penduduk kita. Belum lagi, hoax (informasi palsu)," kata dia.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom