tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan atas banyak kerumunan massa di tengah pandemi COVID-19 selama beberapa hari terakhir.
Kasus-kasus kerumunan itu misalnya kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang disambut ribuan simpatisannya di Bandara Soekarno-Hatta. Juga kehadiran Rizieq di beberapa acara keagamaan: Tebet, Jakarta Selatan; Petamburan, Jakarta Pusat, dan di Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Wasekjen MUI, Nadjamuddin Ramly, menilai hal itu malah akan memperbesar risiko penularan COVID-19.
“Kami sangat menyesalkan kerja keras 10 bulan [pemerintah dihancurkan oleh kegiatan-kegiatan kerumunan dalam satu pekan terakhir,” kata dia dalam rapat virtual Satgas Penanganan COVID-19 yang diikuti lebih dari 500 peserta, Minggu (22/11/2020).
Ramly berkata MUI berkomitmen mendukung dan meminta Satgas COVID-19 mengedepankan aksi penyelamatan jiwa manusia.
Ramly berkata sedikitnta MUI sudah mengeluarkan 12 fatwa terkait pandemi, antara lain tata cara salat bagi tenaga kesehatan yang merawat pasien COVID-19, fatwa mengenai pemulasaran jenazah COVID-19, dan fatwa soal salat Idulfitri dan Iduladha di rumah masing-masing.
“Itu semua atas nama dan demi penyelamatan manusia. Dalilnya pun jelas, baik dalil naqli maupun dalil aqli. Baik yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadits, maupun pemikiran ulama,” tuturnya.
Keprihatinan serupa disampaikan Makky Zamzami, Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar. PBNU berharap acara-acara yang mengundang kerumunan orang tidak terulang lagi.
Ia menambahkan Satgas dan segenap pemangku kepentingan penanganan COVID-19 melakukan langkah antisipasi atas musim libur akhir tahun 2020. Ia meminta mereka bisa kreatif menyampaikan sosialisasi soal bahaya penularan corona.
“Bila perlu, disesuaikan dengan kearifan lokal. Pesan-pesan protokol kesehatan, lebih baik jika dibuat berbeda antara satu bulan dan bulan yang lain. Bentuk, cara, dan strateginya berbeda, tetapi tujuannya sama,” kata Makky.
Arif Nur Kholis, Sekretaris Satgas COVID-19 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar, menyesalkan perilaku elite politik yang berimbas pada perilaku masyarakat mengabaikan protokol kesehatan selama pandemi.
Saat semua elemen masyarakat bekerja keras mengubah perilaku masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan, sementara ada elite masyarakat lain yang justru abai, bahkan terkesan menabrak.
“Kesan yang timbul di masyarakat bisa sangat keliru. Menduga kalau situasi sudah aman,” ujar Arif.
PP Muhammadiyah juga meminta Satgas COVID-19 menaruh perhatian tidak saja pada sosialisasi protokol kesehatan, tapi juga protokol kejadian. Di banyak tempat, saat terjadi kasus, semua menjadi gagap. Banyak di antara warga masyarakat yang belum tahu bagaimana protokol menangani warga sekitar yang terinfeksi COVID-19, tambah Arif.
Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, berkata prihatin atas peningkatan kasus di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Pada akhir pekan lalu, kasus positif Corona di Jakarta naik tajam kembali, yakni 1.579 kasus. Penambahan kasus Covid-19 di Jakarta sempat 500 orang per hari pada awal Nobember. Doni berkata setiap langkah timnya adalah mencegah penularan virus tersebut.
“Saya teringat pesan yang sangat baik dari Sekjen MUI, Pak Anwar Abbas, yang mengatakan, 'Iman saja tidak cukup untuk mengendalikan COVID-19, tapi dibutuhkan ilmu',” kata Doni.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri