Menuju konten utama

Muhaimin Iskandar Sebut Full Day School Kurang Realistis

Kebijakan sekolah lima hari atau full day school, menurut Muhaimin Iskandar, tidak lebih realistis dari kebijakan Belanda.

Muhaimin Iskandar Sebut Full Day School Kurang Realistis
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menghadiri Tahlil dan Manaqib Haul ke-7 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (27/12). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww/16.

tirto.id - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab dipanggil Cak Imin menganggap kebijakan sekolah lima hari yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendi melalui Permendikbud No 23 Tahun 2017, merupakan sebuah kebijakan yang tidak lebih realistis dibanding kebijakan Belanda.

"Belanda saja, kalau mengambil kebijakan, siapa orientalis, Snouck Hurgronje, ditugasi menganalisis jangan sampai kebijakan Belanda itu tidak produktif bagi apa yg menjadi tujuan mereka," kata Imin dalam sambutannya saat membuka halaqah kebangsaan 'Peran Strategis Madrasah Diniyah dalam Membangun Karakter Bangsa' yang diinisiasi PKB, di Hotel Acacia, Kramat, Senin (7/8/2017).

Imin menilai pengambilan kebijakan lima hari tidak mempertimbangkan kearifan lokal, yakni madrasah diniyah yang sudah sejak lama menggelar sekolah sore dan dikelola oleh masyarakat.

"Kalau dihitung dengan angka anggaran, madrasah diniyah yang tumbuh berabad-abad itu, juga telah menjadi tradisi dan telah membangun berbagai karakter serta berbagai tradisi yang tumbuh melalui anak didik hingga dewasa," kata Imin.

Sebab, dengan adanya kebijakan sekolah lima hari atau full day school menurut Imin akan mematikan madrasah diniyah dan sekolah-sekolah lain yang dikelola oleh masyarakat.

"Full day school yang mencoba diterapkan dan akan dipaksakan itu sangat membahayakan dan mengganggu apa yang telah dibangun oleh kiai, madrasah, pesantren, dan guru-guru agama di daerah," jelas Imin.

Untuk itu, Imin menyatakan sebagai ketua partai yang lahir dari NU, dirinya bersama warga NU menolak keras adanya kebijakan sekolah lima hari tersebut.

"Presiden sudah menyanggupi. Saya juga menyaksikan Kiai Maruf Amin bersama PBNU Said Aqil Siradj bertemu Presiden soal itu. Saya optimis(tis) akan didengar Presiden dan apa yang sudah dijalankan oleh Kemendikbud itu saya harap tidak memaksakan diri untuk madrasah-madrasah kita," kata Imin.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti mengatakan bahwa perdebatan soal sekolah seharian penuh atau full day school (FDS) dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017 hanya soal strategi, bukan substansi dari peraturan tersebut.

Secara kelembagaan, kata dia, Muhammadiyah juga menyadari bahwa banyak sekolah dan madrasah diniyah mereka yang akan terkena dampak oleh kebijakan sekolah lima hari itu. Namun, karena tujuan atau substansi dari peraturan tersebut adalah untuk penguatan pendidikan karakter, maka Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan tersebut.

"Kebijakan Mendikbud akan berdampak terhadap sekolah Muhammadiyah juga. Tapi karena Muhammadiyah sudah punya prinsip bahwa persoalan sekolah lima hari itu bukan persoalan substansi tapi persoalan strategi, susbtansinya pendidikan karakter. Karena itu, Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan tersebut," kata Abdul di kediaman Mendikbud Muhadjir Effendy, Jakarta Selatan, (20/6/2017).

Menurut Abdul, seharusnya kebijakan full day school itu diberlakukan terlebih dahulu agar bisa melihat seberapa efektif strategi Penguatan Pendidikan Karakter melalui Permendikbud tersebut. Apalagi sebelumnya Kemendikbud telah menjadikan 6.000 sekolah di seluruh provinsi di Indonesia sebagi pilot project kebijakan tersebut.

"Biarlah ini berjalan dulu. Kita lihat bagaimana pelaksanaannya, karena sudah ada 6.000 sekian yang sudah piloting itu. Dari piloting bisa dievaluasi," kata dia.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari