Menuju konten utama

Muchtar Effendi Klaim Dirinya Diancam Novel Baswedan

Juru bicara KPK Febri Diansyah menyarankan agar kasus yang sudah selesai jangan lagi diangkat demi kepentingan politik.

Muchtar Effendi Klaim Dirinya Diancam Novel Baswedan
Terpidana kasus suap Pilkada Muchtar Effendi dan keponakannya Miko Panji Tirtayasa memberi keterangan dalam rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket KPK, Jakarta, Selasa (25/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Saat memberi keterangan di rapat Pansus Hak Angket KPK di DPR, terpidana korupsi Muchtar Effendi mengklaim sudah menerima sekitar 12 ancaman oleh penyidik KPK Novel Baswedan.

“Ancaman pertama tanggal 23 Oktober 2013 di apartemen Mall of Indonesia pada saat penggeledahan pertama,” kenangnya.

Menurut pengakuannya, ancaman tersebut meliputi pembunuhan, penjara, sampai dengan mengancam anak dan istri Muchtar akan dijebloskan ke dalam penjara.

Pansus hak angket KPK menggelar rapat dengar pendapat umum di ruang rapat KK-1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pada rapat tersebut, Muchtar Effendi dan Miko Panji Tirtayasa memaparkan banyaknya pelanggaran dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di pengadilan yang dilakukan oleh KPK.

Muchtar mengaku belum ditetapkan sebagai saksi dalam kasus Akil Mochtar, apalagi sebagai tersangka. Namun, Muchtar mengklaim bahwa Novel mengancamnya dengan pidana 20 tahun penjara apabila tidak mau berkoordinasi dan bekerja sama dengan KPK. Muchtar mengaku bahwa pada saat penggeledahan tersebut, KPK tidak mendapatkan hasil apa-apa.

“Dan akan saya miskinkan Pak Muchtar seperti saya miskinkan Pak Djoko Susilo. Jangankan Jenderal Polisi, Pak Presiden pun akan saya tangkap apabila memang bersalah,” katanya lagi, menirukan pernyataan Novel Baswedan saat itu.

Ancaman lainnya adalah penembakan oleh Novel Baswedan. Muchtar mengaku memiliki saksi dari pihak istrinya dan satpam Mall of Indonesia terkait perampasan mobil Jazz dan Fortuner oleh KPK. Padahal, Muchtar sudah menjelaskan bahwa kedua mobil tersebut bukan miliknya.

Muchtar Effendi selaku tersangka kasus suap pengurusan sengketa Pilkada Mahkamah Konstitusi bersama keponakannya, Niko Panji Tirtayasa, alias Miko, dimintai keterangan oleh pansus hak angket KPK pada hari Selasa (25/7/2017). Pada kesempatan itu, Muchtar dan Miko mengaku bahwa ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh KPK pada kasus yang menyangkut keduanya, terutama oleh Novel Baswedan.

Muchtar Effendi saat ini masih mendekam di penjara dijerat pasal 21 Undang-undang Tipikor atas dasar upaya menghalangi penyelidikan dan pemberian keterangan palsu.

Menurut Muchtar, pada penyelidikannya, KPK sempat menuding bahwa aset kekayaan Muchtar Effendi merupakan titipan dari ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, yang ditangkap atas kasus suap sengketa Pilkada pada 2014 lalu. Tudingan ini pun dimentahkan pada saat pengadilan di Mahkamah Agung. “Kerugian negara 0 persen. Tidak ada putusan (pidana) dari pengadilan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Muchtar mengaku saat ia menjalani masa tahanan di lapas Sukamiskin, ada ketetapan baru dari pihak KPK yang mengatakan bahwa Muchtar Effendi ditetapkan menjadi tersangka baru dalam kasus suap sengketa Pilkada. Muchtar menjelaskan kronologi terjadinya penetapan tersebut. Ia menilai ada kejanggalan pada proses tersebut yang dilakukan oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Pasalnya, setelah 3 tahun dirinya berkutat di lapas Sukamiskin, ada surat dari KPK kepada lapas Sukamiskin bahwa Muchtar Effendi tidak bisa dilepaskan secara bersyarat karena akan tersangkut kasus lain. Dua minggu setelah surat tersebut, Muchtar dijadikan tersangka kasus suap sengketa Pilkada yang sama dengan kasus Akil Mochtar tahun 2013 silam terkait pelanggaran pasal 12C. Namun, menurut Muchtar, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat penetapan tersangka baru dari KPK. “Jangan kedzaliman Anda (KPK) terus yang Anda terangkan di media,” katanya.

“Kalau mau jadi tersangka, kenapa ga dari 3 tahun lalu. Ini trik Novel Baswedan agar saya dipenjara sampai 20 tahun. Jadi Novel Baswedan lansung kirim surat kepada lapas. Kenapa ga diantar-antar?” sangsinya.

“Dua minggu setelah mereka bikin surat itu, dua minggu kemudian dia (Novel Baswedan) disiram oleh orang. Mungkin itu azab Allah juga.”

Berdasarkan putusan pada Mahkamah Agung pada 2014 silam, Muchtar menjelaskan dengan tegas bahwa tidak ada bukti adanya penitipan harta kekayaan hasil suap dari Akil Mochtar yang dititipkan kepada dirinya. Tapi sudah 3 tahun berselang, harta sejumlah 25 mobil, 45 motor, 3 rumah, dan 2 tanah tidak pernah dikembalikan KPK. “Novel tidak pernah mau menyerahkan,” katanya.

Muchtar juga menambahkan bahwa sempat ada tiga orang yang datang ke lapas Sukamiskin untuk mengajukan penawaran terkait harta dari pihak Johan Budi yang dulu sempat menjadi juru bicara KPK.

“Ada utusan dari Johan Budi: Harta Pak Muchtar bisa saya (Johan Budi) kembalikan apabila pak Muchtar mau menandatangani perjanjian harta itu dibagi 2 dan hak jual diserahkan kepada mereka,” katanya sembari menirukan perkataan utusan tersebut.

Menanggapi tudingan soal ancaman dari penyidik KPK tersebut, Juru bicara KPK Febri Diansyah menyarankan agar kasus yang sudah selesai jangan lagi diangkat demi kepentingan politik. Menurutnya, kasus yang sudah selesai dan divonis bersalah seharusnya tidak perlu ditanggapi. Febri menyarankan agar lebih baik menguji fakta persidangan daripada mempermasalahkan yang sudah selesai.

Terkait dengan adanya dugaan ancaman oleh penyidik KPK, Novel Baswedan, pihaknya sudah mengadakan klarifikasi dan tudingan ini sudah sempat muncul dalam kasus Miryam S Haryani, seharusnya fakta-fakta ini sudah diuji di pengadilan.

“Jadi kalau sekarang ada tuduhan lagi, tentu bukan hal yang baru. Pada dasarnya pemeriksaan di KPK diawasi, dan cara-cara menekan tidak akan pernah efektif digunakan untuk membongkar kasus korupsi,” paparnya.

Menjawab banyaknya aset dari Muchtar yang tidak bisa diambil kendati ia tidak terbukti bersalah, Febri menantang Muchtar untuk menyelesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Indonesia.

“Hal-hal seperti ini kalau memang ada, seharusnya pakai jalur hukum. Pasti akan KPK hadapi,” jelasnya kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri