tirto.id - Wacana pemerintah untuk memperbolehkan motor masuk jalan tol akan menemui beberapa kendala. Sebabnya, realisasinya mengharuskan pembangunan jalur baru khusus sepeda motor lantaran harus berbeda lajur dengan roda empat.
Atas kondisi itu, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno meragukan realisasi kebijakan ini meskipun secara regulasi memungkinkan. Pasalnya, Djoko menilai hal ini akan menimbulkan biaya yang cukup besar sehingga berdampak pada tarif yang dikenakan.
"Kalau bangun sejak awal dengan jalur motor ya enggak mahal. Kalau bangun lagi khusus untuk itu pasti mahal [investasinya]," ucap Djoko ketika dihubungi reporter Tirto pada Rabu (30/1).
Djoko mengatakan pembangunan jalur ini setidaknya memerlukan tambahan satu lajur setara ukuran roda empat atau 3,5 meter. Hal ini berlaku bagi realisasi di jalan tol yang sudah terlanjur di bangun tanpa menyediakan fasilitas bagi sepeda motor.
Selain lajur, fasilitas kelengkapan lain tetap perlu dibuat khusus bagi sepeda motor. Seperti misalnya jembatan penyeberangan hingga terowongan.
Hal yang sama juga berlaku bila penerapannya dilakukan bagi tol dalam kota yang notabene sudah terlampau sulit melakukan pembebasan lahan. Sehingga ia berkesimpulan saat ini realisasinya masih lebih masuk akal di jalan tol yang baru akan dibangun.
Sebagai akibat dari besarnya modal investasi jalan khusus itu, Djoko juga meragukan bila tarifnya dapat diterima pengguna sepeda motor.
Menurutnya, tarif yang dikenakan tak mungkin disamakan dengan kendaraan roda empat. Kalau pun hanya harus membayar separuhnya, ia tetap ragu tarif itu cukup ekonomis bagi pengendara.
Dari pantauan reporter Tirto menggunakan google maps jika seorang pengendara ingin bepergian dari Cikampek ke Cirebon setidaknya harus melalui tol sejauh 136,78 km dan harus membayar Rp 68.930 bila diasumsikan biaya per kilometernya Rp 500.
"Kalau pengguna motor mau gak per kilometernya Rp1.000 atau Rp500 deh tarifnya. Mau gak? kalau surveinya gak masuk ya gak usah dibangun," ucap Djoko.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri