tirto.id - "Maaf tidak boleh makan dan minum di area stasiun," kata seorang satpam perempuan kepada pengunjung.
"Maaf tidak boleh duduk di lantai di area stasiun," katanya kepada pengunjung lain.
Dua teguran itu muncul di lantai pertama stasiun sebelum menuju peron Mass Rapid Transit atau MRT. Di dekat pintu masuk-keluar menuju Jalan M.H. Thamrin, seorang satpam bahkan berulang kali menegur penumpang.
Dan bukan cuma itu masalahnya. Di lantai dekat booth tiket, banyak noda hitam seperti bekas tumpahan makanan atau minuman yang mengandung gula dan terinjak-injak. Padahal aturannya pengunjung tidak diperbolehkan sama sekali membawa itu.
Di tempat itu tak ada tong sampah permanen seperti di pusat perbelanjaan maupun tempat hiburan. Pengelola seperti tak mengantisipasi masalah ini.
Masih di tempat yang sama, sesekali pengunjung duduk dan jongkok di lantai. Mereka pun menjadi sasaran teguran petugas meski faktanya memang tak ada satu pun kursi untuk rehat di area yang tepat berada di bawah Jalan M.H. Thamrin ini.
Perilaku masyarakat saat mencoba MRT Jakarta seperti ini sempat viral di media sosial beberapa hari lalu. Sejumlah gambar yang diunggah menunjukkan masyarakat yang duduk di lantai sembari makan-minum selayaknya sedang piknik.
Ada pula foto ibu-ibu bergelantungan di dalam MRT. Juga yang mengantre tidak pada tempatnya.
Narasi pengunggahnya serupa: mereka norak.
Pada akun Instagram @jktinfo, banyak pula warganet yang mengeluhkan perilaku tersebut. Misalnya ada yang berkata begini: "kesal karena enggak tertib dan bikin kotor, tapi sedih karena sampai segitunya ngajak piknik ke stasiun sekalian naik MRT."
Bisa Dimaklumi
Khudori (46), wirausahawan di bidang kontraktor, siang itu berkunjung bersama empat anggota keluarganya. Ia jauh-jauh datang dari Surabaya untuk menghadiri peresmian MRT sekaligus mencicipi kereta yang diberi nama Ratangga ini.
Khudori, seperti penumpang lainnya, sempat ditegur oleh petugas saat anak-anaknya membuka makanan instan di dekat tempat antre penumpang. Ia mengatakan anak-anak lapar lantaran jauhnya perjalanan ke lokasi dan lamanya menunggu giliran naik.
"Kalau anak-anak lapar karena menunggu lama. Masyarakat harus mencoba dulu, kalau belum jadi kaku," kata Khudori kepada reporter Tirto, Minggu (24/3/2019).
Bagi Aries Kurniawan (38), pengunjung lain, aturan yang diterapkan di MRT memang cukup ketat, apalagi bila dibandingkan dengan KRL biasa. Oleh karena itu banyaknya pelanggaran dari pengunjung dapat dimengerti.
"Itu, kan, karena kita belum terbiasa. Beda sama peraturan di stasiun lain yang masih longgar. Jadi pas ke sini pun terbawa [kebiasaan di tempat lain]," katanya.
Kartika Jahja, seorang penyanyi yang juga bergiat di dunia aktivisme, malah memberikan kritik terhadap pengguna sosial media yang merundung pengguna MRT dengan cap "norak" atau sejenisnya lewat Facebook.
"Kalau memang kejadian di depan mata silakan banget mau ditegur. Perlukah dipermalukan secara publik di medsos? Apalagi sampai bawa-bawa kelas," katanya.
Hal serupa diungkapkan Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja. Menurutnya perilaku merundung pengguna lain sama sekali tidak baik.
"Mereka belum tentu pernah keluar negeri dan melihat seperti apa sih naik MRT," kata Elisa kepada reporter Tirto. "Lagipula MRT di Jakarta, kan, tidak eksklusif hanya untuk orang-orang yang berdasi dan wangi saja," tambahnya.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar, tahu bahwa perilaku para pengguna sempat viral di media sosial. Dia juga paham bahwa itu hanya karena kurang sosialisasi saja. Dan itulah yang akan mereka kerjakan.
"Sekarang ini kami lagi ada di fase sosialisasi, edukasi kepada masyarakat. Ini milik kita, pertama kali, dan kita jaga," ucap William kepada wartawan usai peresmian MRT Fase I, Minggu (24/3/2019) pagi.
Manajemen menetapkan tujuh larangan saat naik MRT: berjualan, membuang sampah, membawa binatang, membawa benda mudah terbakar, membawa benda berbau menyengat, makan dan minum, serta menekan tombol darurat tanpa alasan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino