tirto.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) Cabang Yogyakarta menarget dapat menggaet 20 ribu investor sampai tahun 2016, sasaran utamanya ialah mahasiswa. Jumlah transaksi BEI perbulan hingga bulan Juli 2016 berada di kisaran Rp350-370 miliar.
“Rencana untuk Yogya dari BEI, akan meningkatkan basis investor lokal tetap, banyak mahasiswa tinggal di Yogya, nah itu empat atau lima tauhun ke depan mereka akan kembali ke daerah masing-masing atau menyebar, kami ingin siar itu dibawa serta, maka kami akan genjot pertumbuhan investasi, kami tidak target dalam jumlah transaksi, tapi investor, semakin banyak investor, jumlah transaksi akan mengikuti,” kata Irfan Noor Riza, Ketua Bursa Efek Indonesia Cabang Yogyakarta, di Yogyakarta, Senin (18/7/2016).
BEI Yogya berencana menguatkan basis investor dan menumbuhkan emiten yakni perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Selain itu, BEI juga berencana mengedukasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar bisa ikut go public.
Menurut Irfan, dalam tahun ini paling tidak ada dua atau tiga UMKM di Yogya yang bisa diedukasi sampai menjadi perusahaan star up.
“Kita dampingi sampai go public, UKM itu banyak kendala, untuk listing di bursa minimal Rp5 miliar, UKM bisa memenuhi itu, namun dari sisi bentuk perusahaan harus berupa PT (Perseroan Terbatas), sedangkan UKM belum PT maka mereka belum bisa masuk bursa,” terang Irfan.
Meski demikian, Irfan menilai animo transaksi saham di Yogya cukup besar, begitu pula dengan potensi pertumbuhannya.
“Momentumnya sangat bagus ya, indeks terus naik, sentimen positif, sangat bagus sekali untuk menyuport pertumbuhan investor. Karena mereka melihat pasar modal ini bergerak sangat cepat,” ungkap Irfan.
Ia mengatakan ancaman bagi pasar modal saat ini hingga dua tahun mendatang setelah tax amnesty diresmikan ialah ketika masyarakat tidak memanfaatkan tax amnesty. Menurutnya, dengan pengampunan pajak ini, seharusnya mereka punya peluang untuk bisa bertahan di pasar modal.
“Dalam tiga bulan pertama dia tebus tanggungan pajak hanya dua persen, di tiga bulan kedua tiga persen dan seterusnya, menginjak tahun berikutnya enam hingga sepuluh persen saja. Setelah dua tahun, data perbankan internasional akan dibuka, mau nggak mau mereka akan ketahuan, pada saat itu mereka harus membayar 200 persen,” ungkap Irfan.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh