Menuju konten utama

MK: Parpol Peserta Pemilu 2014 Wajib Diverifikasi Faktual Ulang

Putusan MK menyatakan semua partai politik calon peserta pemilu 2019, termasuk yang sudah pernah ikut di pemilu 2014 dan saat ini memiliki kursi di DPR, tetap harus menjalani verifikasi faktual.

MK: Parpol Peserta Pemilu 2014 Wajib Diverifikasi Faktual Ulang
(Ilustrasi) Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat bersama sejumlah anggota bersiap meninggalkan ruangan seusai membacakan putusan perkara pengujian UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan pengujian terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh Partai Islam Damai Aman (Idaman). Putusan itu keluar pada Kamis (11/1/2018).

Gugatan perkara bernomor 53/PUU-XV/2017 tersebut diajukan oleh Ketua Partai Idaman Rhoma Irama dan Sekjen partai ini Ramdansyah. Keduanya diwakili oleh kuasa hukum Mariyam Fatimah dan Heriyanto.

Dalam putusan perkara ini, Majelis Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan Partai Idaman, yakni membatalkan frasa "telah ditetapkan/" dalam Pasal 173 ayat 1 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu tersebut berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU."

Selain itu, Majelis Hakim MK juga mengabulkan gugatan Partai Idaman untuk pembatalan pasal 173 ayat 3 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Ketentuan itu berbunyi, "Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu."

Dengan demikian, putusan MK ini membatalkan ketentuan yang semula berlaku, yakni partai politik peserta Pemilu 2014, yang hendak mengikuti Pemilu 2019, tidak perlu diverifikasi ulang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebelum pembatalan aturan ini, hanya partai baru, yang belum pernah mengikuti pemilu saja yang wajib ikut dalam verifikasi faktual.

Artinya, putusan MK ini mewajibkan semua partai politik, termasuk yang sudah pernah ikut pemilu 2014 dan saat memiliki kursi di DPR, juga harus lolos verifikasi faktual lagi untuk menjadi peserta Pemilu 2019.

Di antara pertimbangan Majelis Hakim MK dalam putusan pembatalan ketentuan tersebut ialah karena tidak boleh ada norma dalam UU Pemilu yang mengandung perlakuan berbeda bagi parpol calon peserta pemilihan umum. Perlakuan berbeda itu bisa dihindari apabila semua calon peserta pemilu harus mengikuti tahapan verifikasi dengan ketentuan sama. Perlakuan berbeda melanggar konstitusi.

Karena itu, MK memerintahkan semua parpol peserta pemilu 2014, termasuk yang memiliki kursi di DPR, tetap harus mengikuti verifikasi untuk berkontestasi di pemilihan pada 2019. Substansi keputusan ini sama dengan amar putusan MK pada 2012 yang juga memerintahkan semua partai peserta pemilu 2009 tetap harus lolos verifikasi, sesuai syarat baru yang ditentukan UU, agar bisa ikut pemilu 2014.

Anggota Majelis Hakim MK, Anwar Usman, menyatakan ketentuan soal tidak perlunya verifikasi bagi partai peserta pemilu 2014, yang akan ikut di pemilu 2019, bertentangan dengan putusan perkara MK nomor 52/PUU-X/2012.

"Tidak ada alasan menghidupkan kembali Pasal 8 Ayat 1 UU 8 tahun 2012 yang telah diputus (dibatalkan) dengan putusan 52/PUU-X/2012," kata Anwar.

Amar putusan MK juga menilai ada risiko terus membengkaknya jumlah peserta pemilu apabila parpol pemilik kursi DPR dari pemilihan umum periode sebelumnya bisa otomatis lolos tanpa verifikasi ulang.

Putusan MK mempertimbangkan pula faktor pemekaran daerah yang bisa memicu perlakuan berbeda pada calon peserta pemilu. Faktanya, selama periode 2014-2019, terdapat penambahan 1 provinsi baru dan 17 kabupaten pada 10 provinsi yang ada. Pemekaran ini menyebabkan basis keterpenuhan syarat memiliki kepengurusan bagi partai mengalami perubahan dari sebelum 2014 dengan setelahnya.

Selain itu, putusan MK menilai parpol adalah badan hukum yang sifatnya dinamis secara organisasi. Kondisi infrastruktur keorganisasian parpol, bisa berbeda dari satu periode pemilu dengan setelahnya.

Sedangkan gugatan Partai Idaman lainnya yang berkaitan dengan ketentuan Presidential Threshold, yakni Pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, ditolak oleh Majelis Hakim MK. Tapi, terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan pada pasal ini yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Saldi Isra.

Dengan putusan ini, maka gugatan di Pasal 173 UU Pemilu lainnya yang sejenis, seperti dalam perkara yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dibatalkan karena sudah diputus melalui putusan perkara Partai Idaman.

Ketua PSI, Grace Natalie, mengaku senang dengan keputusan MK ini. Menurutnya verifikasi faktual yang diberlakukan kepada seluruh partai sudah memenuhi unsur keadilan yang ada.

"Ini adalah sebuah terobosan yang berarti ada perlakuan sama bagi semua partai," katanya. "Kami pikir tidak tepat menggunakan hasil verifikasi yang lama sedangkan ada perubahan struktur partai, ada konflik, ada perubahan demografi, ada penambahan provinsi dan kabupaten."

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom