tirto.id -
"Kami informasikan bahwa informasi tersebut tidak akurat, tidak sesuai fakta, dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat," kata Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Rubiyo, melalui rilis yang diterima Tirto di Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Rubiyo mengatakan, informasi yang tidak sesuai fakta tersebut berpotensi merugikan lembaga MK ataupun Ketua MK secara personal.
Menurut Rubiyo, Ketua dan Wakil Ketua MK terpilih, Anwar Usman dan Aswanto, telah menyerahkan LHKPN kepada KPK pada Maret 2017.
"Ketua MK Anwar Usman telah menyerahkan LHKPN kepada Direktorat PP LHKPN KPK pada 10 Maret 2017," kata Rubiyo.
Sementara Wakil Ketua MK Aswanto telah menyerahkan LHKPN kepada KPK pada 6 Maret 2017.
"Seluruh informasi LHKPN seluruh hakim konstitusi dan pejabat di lingkungan MK dapat diakses pada laman MK," pungkas Rubiyo.
Baik Anwar Usman dan Aswanto terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK melalui proses pemungutan suara dalam Rapat Pleno Hakim Konstitusi (RPH) terbuka pada Senin (2/4/2018).
Proses pemungutan suara dilakukan setelah proses musyawarah dalam RPH secara tertutup tidak mencapai mufakat.
Pada hari yang sama, keduanya mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Pleno Khusus terbuka, yang dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah pejabat negara lainnya.
Diberitakan sebelumnya, menurut Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter bukan penyelenggara negara yang rutin melaporkan harta kekayaannya ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK. Padahal penyelenggara negara, termasuk hakim wajib lapor saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun.
Dalam situs LHKPN, acch.kpk.go.id/aplikasi-lhkpn/, Anwar tercatat hanya melaporkan kekayaannya sebanyak dua kali, 17 Maret 2010 dan 18 Maret 2011 saat menjabat sebagai Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MA.
Pada pelaporan Maret 2010, total harta Anwar mencapai Rp3,6 miliar yang mayoritas berbentuk harta tak bergerak. Sementara dalam pelaporan di tahun 2011, hartanya meningkat menjadi Rp3,9 miliar.
KPK pernah menyinggung soal ini, Anwar menyanggahnya. Ia bilang ada kesalahan teknis, tanpa menjelaskan apa spesifiknya. Sampai sekarang pun di situs tersebut masih terpampang pelaporan terakhir tahun 2011. Tak ada lagi setelahnya. Karena ini pula Anwar pernah dilaporkan ke Dewan Etik MK meski pada akhirnya tidak dinilai melanggar kode etik.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri