Menuju konten utama
Mitos Tentang Ari-ari Bayi

Mitos Ari-ari Bayi Tidak Dikubur, Posisi di Bawah, dan Faktanya

Mitos ari-ari bayi ada beragam yang beredar di masyarakat, termasuk akibat jika tidak dikubur. Bagaimana jika ari-ari di bawah? Bagaimana fakta medisnya?

Mitos Ari-ari Bayi Tidak Dikubur, Posisi di Bawah, dan Faktanya
Ilustrasi kondisi ibu yang mengalami ari-ari di bawah atau plasenta previa. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Mitos tentang ari-ari bayi banyak beredar di masyarakat. Beberapa di antaranya menjelaskan bahwa jika plasenta tidak dikubur, sang anak akan jatuh sakit. Ada juga yang bilang bahwa jika ari-ari di bawah, sebaiknya dipijat atau didoakan. Lantas, bagaimana fakta di balik mitos-mitos itu?

Bagi masyarakat Jawa, memendam plasenta setelah terlepas dari rahim ibu memiliki tujuan serta makna tertentu. Tidak hanya soal gaib, mengubur ari-ari juga dipercaya bertujuan menjaga kenyamanan masyarakat.

Tidak hanya di Jawa, mengubur ari-ari juga dilakukan di beberapa daerah lain seperti Makassar dan Bali.

Menurut kepercayaan beberapa kalangan masyarakat, mengubur ari-ari merupakan bentuk pemuliaan terhadap bagian tubuh manusia yang terlepas. Sebab, mereka meyakini bahwa tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa pada akhirnya harus dikubur.

Namun, ada juga kalangan masyarakat lain yang membiarkan ari-ari bayi digantung di depan rumah. Di sisi lain, ada yang memercayai bahwa plasenta harus dihanyutkan ke sungai atau laut.

Bagaimana Jika Ari-ari Bayi Tidak Dikubur menurut Mitos?

Ari-ari merupakan organ yang terbentuk di dalam rahim perempuan hamil. Di dunia medis, ari-ari disebut dengan plasenta. Di kalangan masyarakat tradisional, ari-ari memiliki berbagai sebutan seperti tembuni dan erung.

Peran ari-ari dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi begitu besar selama di kandungan. Untuk itu pula masyarakat tradisional Indonesia, salah satunya Jawa, sangat mengistimewakannya.

Setelah bayi lahir, ari-ari yang terputus biasanya diambil kemudian dibersihkan menggunakan air. Selepas itu, sang suami atau saudara dekat istri akan menguburkannya ke dalam tanah.

Mengubur ari-ari merupakan adat yang telah dilaksanakan secara turun temurun masyarakat tradisional Indonesia, terutama Jawa. Tujuannya adalah menyampaikan harapan baik kepada bayi.

Masyarakat percaya bahwa bayi selama 35 hari pertama akan dijauhkan dari berbagai hal-hal negatif jika ari-ari dikubur dengan benar.

Dalam buku Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (1985) karangan Clifford Geertz dijelaskan, ari-ari harus dibungkus kain putih lalu dimasukan ke sebuah kendi, digarami, lalu dikubur di luar rumah. Di sekitar tempat penguburannya ditaruh pelita kecil yang menyala selama 35 hari guna mencegah gangguan makhluk halus.

Ada beberapa hal buruk yang dipercaya dapat terjadi apabila masyarakat tidak menguburkan ari-ari. Salah satunya anak menjadi sakit.

Sebenarnya perkara ini berkaitan dengan mitos turun-temurun. Kendati begitu, memang ada kasus yang pernah dituliskan oleh Clifford Geertz dalam bukunya.

Geertz menjelaskan, seorang perempuan pernah mempermasalahkan kematian anaknya akibat kejang-kejang terkena sawan. Hal ini dipercaya terjadi lantaran dukun dari perempuan itu lalai menaburkan garam ketika penguburan ari-ari. Namun, tetap saja, kejadian tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara logis.

Fakta di Balik Mitos Tidak Mengubur Ari-ari Bayi

Selama proses kehamilan, ari-ari memiliki berbagai fungsi. Plasenta bertugas menyalurkan oksigen dan nutrisi, membuang zat sisa, memproduksi hormon pendukung kehamilan, melindungi dari infeksi bakteri, serta menyalurkan antibodi dari ibu ke janin.

Ari-ari terbentuk sekitar 7–10 hari pasca terjadinya pembuahan. Bentuknya oval atau bundar, berdiameter 15–10 cm, dengan ketebalan 2–3 cm, dan bobot mencapai 500–600 gram. Kendati demikian, ukuran ari-ari bayi berbeda-beda, tergantung ukuran janinnya.

Berikut ini beberapa posisi tumbuhnya plasenta di dalam rahim:

  • Plasenta posterior: Plasenta yang tumbuh di dinding belakang rahim.
  • Plasenta anterior: Plasenta yang tumbuh di dinding depan rahim dengan perut.
  • Plasenta fundal: Plasenta yang tumbuh di bagian atas rahim.
  • Plasenta lateral: Plasenta yang tumbuh di dinding kanan atau kiri rahim.
Ilustrasi Plasenta Previa
Ilustrasi Plasenta Previa. foto/istockphoto

Plasenta memiliki 2 warna yakni biru kemerahan tua di sisi yang menempel pada rahim dan abu-abu di sisi yang menghadap bayi. Sebagian besar plasenta mengandung pembuluh darah yang termuat dalam struktur "vili". Pembuluh darah terhubungan ke aliran darah bayi melalui tali pusar.

Plasenta dapat bergerak ke atas menjauhi leher rahim ketika bayi bertambah besar sekitar usia 34 minggu kehamilan. Namun, ari-ari bayi tidak selalu berada dalam keadaan normal dalam usia kehamilan itu.

Terdapat beberapa keadaan yang menunjukkan plasenta mengalami gangguan. Situs resmi Kementerian Kesehatan Jenderal Pelayanan Kesehatan Kesehatan menuliskan beberapa gangguan yang dapat terjadi pada plasenta sebagai berikut:

  1. Plasenta Previa, kondisi ketika ari-ari di bawah, menutupi seluruh atau sebagian serviks. Ada tiga macam kondisi ini, yakni Plasenta Pervia Marginalis, Plasenta Pervia Partialis, dan Plasenta Pervia Totalis.

  2. Plasenta Akreta, kondisi ketika plasenta menempel terlalu dalam ke dinding rahim.

  3. Plasenta Abruptio, suatu kondisi kehamilan yang membuat ari-ari bayi terpisah dari rahim terlalu dini.

  4. Plasenta Insufisiensi, kondisi ketika plasenta tidak menyediakan cukup nutrisi atau oksigen untuk bayi.

  5. Retensio Plasenta, kondisi ketika sebagian plasenta tetap berada di dalam rahim setelah kehamilan.
Pada proses melahirkan, tahapan awal biasanya dimulai pecahnya air ketuban sebagai pembuka jalan kelahiran. Baru setelahnya jabang bayi keluar diikuti ari-ari. Oleh sebab itu, masyarakat Jawa kerap menyebut ari-ari sebagai adik karena keluar setelah jabang bayi dilahirkan.

Setelah keluar, secara fisik ari-ari bayi sudah tidak memiliki fungsi. Sebab, organ bayi untuk mengerjakan proses pencernaan. Selain itu, asupan nutrisi juga telah tergantikan oleh ASI atau air susu ibu.

Pada intinya, ari-ari bayi yang sudah terlepas sudah tidak diperlukan lagi secara fisik. Terlepas dari cara membuangnya, baik dikubur maupun dihanyutkan ke sungai, tidak ada ketentuan tertentu secara medis. Namun, mitos tentang ari-ari bayi dan hal-hal yang terjadi akibat tidak dilakukannya suatu tradisi tetap tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.

Mitos Ari-ari di Bawah dan Fakta Medisnya

Para ibu yang usia kehamilannya masih di bawah 34 minggu atau 8 bulan, tidak perlu khawatir jika ari-ari bayi berada di bawah. Saat menjelang hari lahiran, biasanya plasenta tersebut akan bergeser naik dengan sendirinya.

Namun, tidak semua ari-ari di bawah dapat bergeser atau naik dengan sendirinya. Di dunia kedokteran, kondisi itu disebut dengan istilah Plasenta Previa.

Kejadian ini dapat menyebabkan jalan lahir si anak terkendala. Efeknya, sang ibu bisa mengeluarkan flek atau bercak darah di bagian kemaluannya.

Cara mengatasi kondisi ini bukan dipijit, diurut, atau bahkan didoakan. Menurut dr. Keven Tali melalui kanal YouTube resminya menjelaskan, jika ada orang yang bilang bahwa ari-ari di bawah bisa naik lantaran diurut atau dipijat, itu adalah mitos.

Tidak ada usaha otodidak yang bisa dilakukan untuk menaikkan ari-ari yang ada di bawah. Kondisi ari-ari di bawah juga tidak ada hubungannya dengan faktor apapun, termasuk keturunan, makanan, dan minuman.

Dokter Keven juga mengonfirmasi, tidak ada fakta medis soal mitos tentang air-ari bayi, yang mengatakan bahwa plasenta bisa bergeser jika sang ibu melakukan gerakan sujud.

Satu-satunya yang bisa dilakukan sang ibu adalah di-USG dan berkonsultasi dengan dokter kandungan. Lantas, kapan waktu yang tepat untuk melakukan USG?

Waktu untuk memastikan kondisi bayi dalam kandungan, termasuk untuk mengecek posisi ari-ari atau plasenta, adalah pada usia 34 minggu. Jadi, pada saat sang ibu hamil berusia 7-8 bulan, kandungan bisa di-USG.

Baca juga artikel terkait NEW TIMELESS atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin