tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat kepada Polri guna memasukkan nama mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yang menjadi tersangka memberikan keterangan palsu dalam sidang korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) dengan dua terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Jadi KPK sudah memasukkan dalam DPO tersangka Miryam S Haryani (MSH), kami kirimkan surat ke Polri hari ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Lebih lanjut Febri menjelaskan, pengiriman surat untuk memasukkan Miryam dalam DPO berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk permintaan kepada Kapolri dan jajarannya untuk membantu menangkap Miryam.
"Jika penangkapan sudah dilakukan maka itu diserahkan ke KPK dan kami akan berkoordinasi lebih lanjut," kata Febri dikutip dari Antara.
Menurut Febri, sebelumnya KPK juga telah memberikan kesempatan kepada Miryam S Haryani untuk dipanggil secara patut.
"Kemudian dijadwalkan ulang ketika pihak pengacara datang mengatakan yang bersangkutan sakit, kami jadwalkan ulang setelah ada surat keterangan dokter bahkan sampai hari ini kami belum menerima kedatangan dari tersangka," kata Febri.
Febri mengatakan, atas dasar itulah KPK menilai perlu untuk menerbitkan surat DPO untuk tersangka Miryam S Haryani dan kemudian mengirimkannya kepada pihak kepolisian.
"Kalau memang ada informasi-informasi dari masyarakat atau dari pihak-pihak lain terkait dengan keberadaan tersangka, itu dapat disampaikan kepada kantor Kepolisian yang terdekat karena kami hari ini sudah kirimkan surat DPO tersebut kepada Polri dan tentu kami berkoordinasi juga dengan pihak Polri terkait hal ini," tuturnya.
Sebelumnya, dalam penyidikan kasus Miryam, KPK telah menggeledah empat lokasi.
"Penyidik kemarin melakukan penggeledahan di empat lokasi, yaitu pertama di rumah tersangka di Tanjung Barat Indah kemudian di kantor advokat di H Tower lantai 15 Rasuna Said Kavling 20, di rumah salah satu saksi di Jalan Lontar Lenteng Agung Residence, dan rumah saksi di Jalan Semen Perum Pondok Jaya, Pondak Aren, Tangerang Selatan," kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4).
Empat tim yang melakukan penggeledahan itu, lanjut Febri, dilakukan secara paralel di empat lokasi itu mulai dari siang sampai malam hari dan dalam proses penggeledahan itu disita sejumlah dokumen.
"Setelah proses penggeledahan dan penyitaan tentu penyidik mempelajari terlebih dahulu dokumen-dokumen yang sudah disita tersebut terkait dengan penanganan perkara di tahap penyidikan indikasi memberikan keterangan tidak benar di pengadilan," ucap Febri.
Untuk diketahui, mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) lalu di Pengadilan Tipikor Jakarta Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP elektronik (e-KTP).
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek e-KTP sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto