tirto.id - 8 Maret 2014 menjadi hari yang tidak bisa dilupakan dunia penerbangan. Kala itu, Malaysia Airlines Flight 370, atau disebut MH370, yang diterbangkan Kapten Zaharie Ahmad Shah dan kopilot Fariq Abdul Hamid, menghilang bersama 239 orang di dalamnya.
Investigasi lalu dilakukan. Penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Beijing, Cina itu diduga jatuh di Samudra Hindia. Sayangnya, tak ada bukti-bukti yang ditemukan dari pencarian area seluas 60 ribu kilometer persegi bernilai lebih dari 55 juta dolar tersebut.
Namun, salah satu temuan yang mencurigakan ditemukan di rumah Kapten Zaharie. Sebagaimana dilaporkan NBC News, otoritas menemukan simulator terbang. Kapten John Cox, pendiri Safety Operating Systems, mengatakan bahwa “untuk orang-orang yang tidak terbang atau seorang pilot privat, ialah normal memiliki simulator terbang di rumah. Namun, bagi pilot profesional hal tersebut bukanlah sesuatu yang lazim.”
Dengan lebih dari 18 ribu jam terbang, Kapten Zaharie disebut telah memiliki cukup keahlian untuk menerbangkan pesawat MH370 yang bertipe Boeing 777. Dan sebagai pilot profesional, maskapai telah memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan simulator terbang rumahan.
Salah satu simulator terbang yang ada di pasaran dan bisa dimainkan siapa saja ialah Microsoft Flight Simulator. Dick Aarons, dalam ulasannya atas Microsoft Flight Simulator 2.0 di PC Magazine terbitan 2 Oktober 1984, mengatakan bahwa simulator terbang buatan Microsoft itu sebagai “yang terbaik dan yang paling realistik.”
Microsoft Flight Simulator
Microsoft Flight Simulator diciptakan Bruce Artwick, ilmuwan komputer kelahiran Norridge, Illinois, Amerika Serikat. Pada 1973, Artwick masuk ke jurusan teknik komputer University of Illinois. Namun, tak lama kemudian ia berpaling dan masuk ke jurusan teknik elektro. Selama berkuliah, Artwick ikut serta dalam penelitian tentang dunia penerbangan di Aviation Research Lab, di bawah bimbingan Profesor Bill Gear, ahli komputer, grafis, dan dunia aviasi kala itu.
Tugas akhir Artwick ialah soal grafis 3D bagi simulasi terbang. Selepas lulus, ia bekerja pada Hughes Aircraft, perusahaan pembuat pesawat. Digabungkan dengan tugas akhir dan pengalaman kerjanya itu, Artwick lalu membuat serangkaian tulisan ilmiah tentang bagaimana membuat simulasi terbang 3D menggunakan komputer berbasis mikroprosesor 6800.
Tak lama berselang, Artwick merealisasikan karya tulisnya itu dengan membentuk perusahaan bernama subLOGIC pada 1977. Simulasi terbang 3D, khususnya untuk pesawat Cessna 182, pun tercipta. Pada 1982, Artwick melisensikan—lalu menjual pada 1995—program simulasi terbang buatannya pada Microsoft. Saat itu, Microsoft Flight Simulator lahir dan menjelma menjadi salah satu produk tertua Microsoft, bahkan bila dibandingkan dengan Windows, sistem operasi sejuta umat.
Aarons, dalam ulasannya di PC Magazine, menyebut secara tersirat bahwa Microsoft Flight Simulator ialah revolusi dalam dunia simulator terbang. Salah satu alasannya, simulator ini, yang dilabeli “video games” oleh Microsoft, berharga terjangkau dan setara dengan video game lain. Bandingkan misalnya dengan Gulfstream III dan Learjet 36, masing-masing simulasi terbang itu berharga 3 juta dan 49,94 ribu dolar.
Yang tak kalah penting, Microsoft Flight Simulator bisa dipasang dengan sistem komputer rumahan. Stan Miaskowski, dalam tulisannya di Byte Magazine yang terbit pada Maret 1984, menyebut bahwa Microsoft Flight Simulator bisa lancar dijalankan di IBM PC atau Chameleon PC atau Compaq PC, yang menggunakan prosesor berarsitektur 16-bit. Sebagai media penyimpanan, Microsoft Flight Simulator hanya membutuhkan sebuah 5¼ floppy disk dan memori sebesar 16 kilobyte.
Satu-satunya pembeda antara Microsoft Flight Simulator dan Gulfstream III maupun Learjet 36 adalah ia hanya menyimulasikan keadaan dalam layar monitor komputer, sementara Gulfstream III dan Learjet 36 tidak. Keduanya sanggup menciptakan “getaran” layaknya menerbangkan pesawat sungguhan.
Pada edisi pertama, Microsoft Flight Simulator menampung area seluas 10 ribu kilometer persegi, dengan area utama ialah wilayah Amerika Utara. Simulator terbang itu memuat dengan komplit 20 bandara serta ditambah simulasi 61 bandara secara parsial. Microsoft Flight Simulator menggunakan teknologi Very-High-Frequency-Omnidirectional-Rages yang memungkinkan menerbangkan pesawat dengan kemampuan point-to-point navigation. Ini membuatnya sanggup menghadirkan kemampuan layaknya terbang sungguhan.
Dan seperti “video games” lain, Microsoft Flight Simulator bisa dimainkan hanya menggunakan mouse untuk melakukan control throttle, flap, frequency selection, dan toggle switches.
Mengapa Simulasi Terbang Penting?
Simulator terbang, baik menggunakan Microsoft Flight Simulator maupun program lain, amat penting bagi dunia penerbangan. Jeff Van West dalam Microsoft Flight Simulator X for Pilot: Real-World Training (2007) mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa simulator terbang menggunakan program komputer ialah biaya. Terbang sungguhan dalam rangka belajar tentu saja mahal. Selain itu, harus pula memikirkan masalah cuaca dan jadwal lalu lintas udara yang padat.
Belajar terbang dengan simulator akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerbangkan pesawat dengan mudah, murah, dan menyenangkan. Terbebas dari biaya mahal, masalah cuaca, dan padatnya lalu lintas udara.
Sementara Karla S. Shy dalam papernya berjudul “The Role of Aircraft Simulation in Improving Flight Safety Through Control Training” mengatakan bahwa simulator terbang menggunakan komputer maupun alat simulasi lainnya dapat meningkatkan kemampuan operasional juga keselamatan. Menurutnya, program simulator terbang dengan tujuan spesifik berisiko tinggi telah banyak dilakukan, semisal F-18 High Alpha Research Vehicle (HARV), F-15 Intelligent Flight Control System (IFCS), X-38 Actuator Control Test (XACT), dan X-43A (Hyper-X). Masing-masing simulasi terbang itu ditujukan bagi pesawat-pesawat yang memiliki risiko tinggi, yang akan berharga mahal jika pilot melakukan latihan menggunakan pesawat sungguhan.
Pendapat lain datang dari Jaroslaw Kozuba dalam papernya berjudul “Flight Simulator as an Essential Device”. Ia menerangkan bahwa simulator terbang, selain untuk belajar mengemudi pesawat, juga berguna untuk investigasi kecelakaan terbang dan perancangan pesawat.
Microsoft Flight Simulator atau program simulator terbang lain dapat digunakan untuk berbagai manfaat. Kapten Zaharie, pilot MH370, tampaknya menggunakan simulator terbang untuk keperluan berbeda.
Editor: Ivan Aulia Ahsan