Menuju konten utama

Meski Dilarang, GNPF-MUI Tetap Gelar Aksi di Mahkamah Agung

Polda Metro Jaya masih enggan menanggapi apakah polisi akan mempersilakan massa untuk beraksi di Mahkamah Agung.

Meski Dilarang, GNPF-MUI Tetap Gelar Aksi di Mahkamah Agung
Ratusan orang dari FPI dan ormas Islam lainnya yang tergabung dalam GNPF MUI melakukan aksi mengawal sidang putusan sela kasus Ahok di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, (27/12). Mereka menuntut agar pengadilan segera memberikan vonis hukuman penjara kepada Ahok karena dinilai melakukan penistaan agama. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) akan kembali menggelar aksi pada Jumat (5/5/2017) mendatang. Aksi tersebut dikabarkan akan dimulai dari salat berjamaah dari Masjid Istiqlal lalu diikuti long march ke Mahkamah Agung RI.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku Polda Metro Jaya belum mendapat pemberitahuan aksi tersebut.

"Kita belum mendapatkan konfirmasi akan ada aksi 505. Kita tunggu saja nanti," kata Argo saat dihubungi Tirto, Selasa (2/5/2017).

Argo belum mau berbicara mengenai kemungkinan akan menjaga proses aksi tersebut. Tak hanya itu, ia pun belum bisa mengungkapkan lebih lanjut terkait aksi tersebut karena belum mendapatkan detil pemberitahuan aksi.

Mantan Kabid Humas Polda Jatim ini pun enggan menanggapi apakah polisi akan mempersilakan massa untuk beraksi di Mahkamah Agung.

"Saya tidak berkomentar itu ya. Tapi tunggu saja kegiatan itu ada atau tidak, pemberitahuan itu ada atau tidak," kata Argo.

Sementara itu, tim advokasi GNPF-MUI Kapitra Ampera menegaskan, aksi GNPF-MUI kali ini dalam rangka mengajukan dua tuntutan kepada Mahkamah Agung. Mereka ingin agar Mahkamah Agung untuk mengawasi majelis hakim agar memberikan putusan independen.

"Kedua, meminta hakim menghukum berdasarkan pasal penodaan agama, bukan dengan pasal penodaan golongan," ujar Kapitra saat dihubungi Tirto, Selasa (2/5/2017).

Kapitra menilai, hakim tidak perlu mengikuti tuntutan jaksa lantaran ada kepentingan. Mereka menuntut hakim menghukum terdakwa dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama dengan pasal 156a.

Pria yang juga menjadi pengacara Ustad Bachtiar Nasir ini menduga ada kepentingan dalam tuntutan jaksa, apalagi tidak ada tuntutan percobaan apabila mengacu pada pasal 14a KUHP.

"Jaksa itu kita duga berkolaborasi dengan terdakwa. Makanya kita mengingatkan lagi supaya jangan terkontaminasi," kata Kapitra.

Kapitra sedikit membocorkan gambaran jumlah massa yang akan hadir dalam aksi 505 pada Jumat nanti. Ia mengklaim akan ada 5 juta massa yang ikut dalam aksi. Akan tetapi, dirinya tidak mengetahui lokasi aksi dan asal massa yang ikut dalam aksi.

Kapitra pun menegaskan, mereka akan bersikukuh melakukan aksi pada Jumat (5/5/2017) meskipun kepolisian menghimbau untuk tidak ada aksi. Ia mengingatkan, aksi mereka dilindungi undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Apabila mereka dihalang-halangi untuk berorasi, pihak yang menghalangi bisa dikenakan hukuman selama 1 tahun. Akan tetapi, mereka akan memberikan pemberitahuan kepada kepolisian terkait aksi tersebut nanti.

Baca juga artikel terkait AKSI BELA ISLAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari