tirto.id - Potensi jeleknya laga pembukaan Piala Dunia 2018 banyak dibahas sejumlah media. Per Mei 2018, Rusia, sang tuan rumah, hanya berada di peringkat ke-70 FIFA. Meski sedikit lebih baik, peringkat Arab Saudi sebagai lawan juga tak kalah menghawatirkan: mereka berada di peringkat ke-67. Jika peringkat mereka dikombinasikan, kedua tim tersebut akan menjadi tim dengan peringkat terjelek yang bertanding di pertandingan pembukaan sejak Piala Dunia 1994.
Namun peringkat itu hanyalah angka. Di atas lapangan, Rusia ternyata tak seburuk peringkatnya. Sementara itu, level Arab Saudi justru masih berada di bawah tuan rumah. Pada laga pembuka 14 Juni lalu, Rusia menang lima gol tanpa balas.
Rusia memang tampak “tidak terlalu siap” bersaing di Piala Dunia 2018. Stanislav Cherchesov, pelatih Rusia, belum juga menemukan pendekatan taktik yang tepat menjelang turnamen berlangsung. Pelatih yang mulai menangani Rusia pada 2016 itu, setelah Rusia gagal lolos ke Piala Eropa 2016, terus mencoba berbagai formasi di masa persiapan. Dari formasi empat bek, tiga bek, kembali formasi empat bek lagi. Hasilnya, Rusia lebih banyak kalah ketimbang menang.
Belum lagi persiapan yang kurang kompetitif karena status tuan rumah membuat Rusia tak perlu mengikuti babak kualifikasi. Mereka hanya sempat mencicipi atmosfer kompetisi di Piala Konfederasi 2017. Di kandang sendiri, Rusia hanya menang sekali atas Selandia Baru dan kalah dua kali dari Meksiko dan Portugal. Mereka gagal melaju ke babak berikutnya.
Petaka berlanjut dengan cedera para pemain penting di lini belakang. Cherchesov sampai harus memanggil kembali veteran berusia 38 tahun, Sergei Ignashevich, untuk menambal lini belakang.
Beruntung mereka "hanya" menghadapi Arab Saudi di laga pembukaan, bukan Mesir apalagi Uruguay. Sadar bahwa peluang terbesar mendulang angka terdapat di laga perdana, Rusia benar-benar mencoba memanfaatkannya dan berhasil dengan baik sekali.
Maka, kemenangan atas Arab Saudi itu pun dirayakan dengan penuh euforia. Di tribun kehormatan, Presiden Vladimir Putin tak bisa menyembunyikan kegembiraan. Ia memang irit senyum tapi mimik wajahnya terang benderang. Penggemar Rusia terus bersorak-sorai dari atas tribun stadion. Dan media-media asal Rusia tak mau kalah merayakannya.
Dalam tulisan Andrew Roth ('The people should celebrate’: Russian Press Reaction to Rout of Saudi Arabia) di Guardian, salah satu situs olahraga terbesar di Rusia, Sport.ru, menulis, “Mereka (Rusia) bermain seperti Atletico Madrid.” Sport Express, harian olahraga di Rusia, juga memilih merayakan kemenangan itu tapi hanya dengan satu kata yang mengena, Exhale!, untuk menggambarkan embusan napas penuh kelegaan telah melewati laga krusial.
Media-media itu memang sadar kemenangan itu belum membuat Rusia menjadi juara dunia. Masih ada Mesir dan Uruguay yang menanti di pertandingan selanjutnya. Namun, kemenangan atas Arab Saudi membuat langkah Rusia menjadi lebih ringan untuk terus melaju.
Pasalnya, jika Rusia mampu mengalahkan Mesir di pertandingan kedua dan Uruguay juga mampu mengempaskan Arab Saudi di pertandingan kedua, pertandingan terakhir di Grup A antara Rusia dan Uruguay hanya soal siapa juara grup dan siapa runner-up: Rusia dan Uruguay sudah dipastikan lolos ke babak 16 besar sebelum pertandingan terakhir itu berlangsung. Bahkan, jika Rusia berhasil mengalahkan Mesir dan Uruguay hanya bermain imbang melawan Arab Saudi di pertandingan kedua, Rusia bisa menjadi tim pertama yang lolos ke babak-16 besar.
Namun sebelum berpikir terlalu jauh, Rusia sebaiknya lebih dulu fokus terhadap Mesir. Agar tidak cepat-cepat masuk kotak, sudah tentu Mesir akan bermain habis-habisan saat menghadapi Rusia nanti.
Menanti Salah
Mesir memang hanya kalah 0-1 dari Uruguay pada pertandingan pertama. Gol Uruguay pun tercipta melalui bola mati, dan terjadi di menit-menit akhir. Meski begitu, Mesir tampil kurang menggigit.
Di sepanjang pertandingan, Mesir berhasil melakukan delapan kali tembakan ke arah gawang. Dari percobaan itu, tiga di antaranya bahkan mengarah tepat sasaran. Namun, tak satu pun tembakan pemain-pemain Mesir yang mampu merepotkan Fernando Muslera, penjaga gawang Uruguay.
Selain rapatnya pertahanan Uruguay yang digalang Diego Godin, kejadian itu tentu mempunyai alasan lain. Dan jika dilihat dari dua tembakan tepat sasaran Mesir dilakukan dari luar kotak penalti, bisa jadi hal itu karena pendekatan Cuper dalam melakukan serangan balik tidak berjalan. Bukti lain: pemain-pemain Mesir kesulitan menciptakan peluang. Mereka hanya mampu menciptakan empat peluang di sepanjang pertandingan, melalui Amr Warda (dua kali), Mohammed Elneny, dan Ahmed Fathy.
Dengan pendekatan seperti itu, Mesir butuh tenaga Salah untuk mengalahkan Rusia. Kecepatannya (yang bisa berguna saat melakukan serangan balik), kemampuannya menciptakan peluang, maupun ketajamannya saat berada di depan gawang, bisa menjadi kunci sukses Mesir. Terlebih, bek-bek Rusia yang kemungkinan bersinggungan langsung dengan Salah sudah tidak lagi berusia muda.
Yuri Zhirkov, bek kiri Rusia, sudah berusia 34 tahun. Sedangkan Sergei Ignashivich, bek tengah sebelah kiri Rusia, bahkan sudah berusia 38 tahun. Jika tetap dimainkan, tanpa organisasi pertahanan yang bagus, Zhirkov dan Ignashivich rentan dieksploitasi oleh Salah.
Saat menghadapi Uruguay, Cuper memang urung memainkan Salah karena kondisinya yang belum bugar. Setelah laga, mantan pelatih Valencia itu mengatakan, “Pada sesi latihan kemarin (sehari sebelum menghadapi Uruguay), kami sempat yakin bisa memainkan Salah.”
“Setelah itu dia diperiksa oleh dokter dan ada keraguan jika ia terjatuh atau berbenturan dengan pemain lain, dia akan mengalami cedera lagi. Jadi kami tidak mau mengambil risiko karena kami ingin ia berada dalam kondisi terbaik saat melawan Rusia dan Arab Saudi.”
Namun, saat menghadapi Rusia, Cuper tak punya pilihan. Entah sebagai starter atau sebagai pemain pengganti, apa pun risikonya, Salah akan dimainkan. Biar bagaimanapun, kelangsungan hidup Mesir di Piala Dunia 2018 akan dipertaruhkan pada pertandingan tersebut.
Rusia Mengandalkan Golovin
Saat kalah dari dari Rusia, Arab Saudi setidaknya melakukan dua kesalahan cukup menonjol. Pertama, empat bek bermain menyempit, memberikan akses kepada Rusia untuk melakukan serangan dari sisi lapangan. Rusia pun memanfaatkan cara bertahan Arab Saudi dengan baik: tiga dari lima gol Rusia berawal dari pergerakan di sisi lapangan dan dua di antaranya berawal dari umpan silang.
Kedua, Arab Saudi membiarkan Alexandr Golovin, gelandang serang Rusia, bergerak bebas. Ia bukan hanya berhasil mencetak satu gol, tapi juga membuat 2 asist dan 5 umpan kunci (umpan yang berhasil dikonversi menjadi tembakan ke arah gawang). Menyoal asist-nya, Golovin mengirimkan umpan silang dari sisi kiri dan kanan daerah pertahanan Arab Saudi.
Perkara menghentikan Golovin, Arab Saudi memang kesulitan. Merujuk whoscored, pemain berusia 22 tahun itu hampir selalu ada di setiap jengkal lapangan. Ia mencatatkan 65 sentuhan, terbanyak di antara pemain Rusia lain, dan dari 65 sentuhan itu hanya 14 kali dilakukan di daerah permainan Rusia. Sisanya menyebar di seluruh area pertahanan Arab Saudi, termasuk di kotak penalti.
Berkat kemampuannya ini, Golovin akan kembali diandalkan Rusia untuk mengancam pertahanan Mesir. Ia sangat berguna merusak organisasi pertahanan Mesir yang, berdasarkan pertandingan melawan Uruguay, lebih solid daripada organisasi pertahanan Arab Saudi.
Rusia agaknya akan bermain dengan gaya yang tak jauh berbeda dari pertandingan pertama. Mereka akan berusaha mengontrol pertandingan, juga bertahan secara disiplin saat kehilangan bola.
Cherchesov yakin timnya bisa bermain dengan cara seperti itu karena dia memang sudah mempersiapkannya. Jika kemenangan atas Arab Saudi bisa membantu Cherchesov membungkam kritik, kemenangan atas Mesir bisa membantu Rusia mencapai keinginannya: berbuat banyak di Piala Dunia 2018.
Menyoal itu, setelah mengalahkan Saudi, Cherchesov mengatakan, “Bermain bagus adalah satu hal. Namun, bermain bagus pada waktu dan tempat yang tepat adalah perkara lain.”
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan