Menuju konten utama

Merindukan Seks Setelah Ditinggal Pasangan

Bicara seks tak cuma tabu untuk para bocah. Saat seseorang sudah berumur, menikah, lantas ditinggal mati pasangan, seks juga masih jadi topik tabu. Saking tabunya bisa berakhir dengan depresi.

Merindukan Seks Setelah Ditinggal Pasangan
Ilustrasi. Seorang wanita sedang memandangi foto bersama dengan suaminya. Foto/iStock

tirto.id - Dalam sebuah sketsa Comedy Central, Amy Schumer tak sengaja bertemu Julia Louis-Dreyfus, Patricia Arquette, dan Tina Fey yang sedang piknik di hutan. Amy diajak bergabung tiga seniornya itu. Melihat banyak makanan, dan anggur yang terhidang di meja, ia bertanya, “Sedang ada yang ulang tahun ya?”

“Malah semacam sebaliknya. Kami sedang merayakan hari terakhir Julia bisa bercinta,” sahut Patricia, sambil tertawa lalu mereka bersulang.

Dahi Amy berkerut. “Maaf. Apa kamu bilang tadi hari terakhir Julia bisa bercinta? Apa itu?”

“Dalam hidup semua aktris, seluruh media memutuskan kapan kau mencapai batas untuk bisa bersenggama,” jawab Julia.

“Tetapi, gimana caranya bisa tahu? Siapa yang akan kasih tahu?” Amy masih bingung.

“Oh. Enggak ada yang bakal kasih tahu. Kamu bakal dapat tanda-tandanya,” sahut Tina Fey.

Lalu masing-masing aktris itu memberikan contoh pada Amy. Salah satunya dari Julia, “Misalnya saat kau ke ruang ganti, dan semua orang di sana berusaha menutupi kulitmu dengan kain-kain.”

“Tapi kan kalian semua masih kelihatan bisa bercinta!” Amy protes.

“Percayalah. Enggak ada yang lebih terkejut daripada aku sendiri,” sahut Julia. “Mereka (para media) masih membiarkanku berpikir kalau aku bisa bersenggama di umur 40-an ku. Mereka bahkan masih membiarkanku di umur 50-an ku. Aku malah mikir US Weekly sempat salah hitung umurku,” tambah Julia.

Pembicaraan itu tentu saja bagian dari candaan sketsa Comedy Central. Para aktris yang sebagian adalah komedian itu sengaja membuka salah satu hal tabu yang dikonstruksikan media, yakni perkara bisa-tidaknya wanita bersenggama di usia senja.

Akibat citra menopause—salah satu hal alamiah yang terjadi pada tubuh wanita, selain menstruasi—yang buruk, ada stereotip-stereotip yang akhirnya muncul pada perempuan berusia matang.

Masalah ini jadi sorotan Alice Radosh, setelah ditinggal mati suami yang dinikahinya selama 40 tahun, pada 2013 lalu. Tabu yang diciptakan oleh stereotip-stereotip itu akhirnya menciptakan apa yang disebutnya sebagai “Perkabungan Seksual”. Menurut neuropsikolog berusia 75 tahun ini, Perkabungan Seksual adalah perasaan kehilangan seksual yang intim, muncul akibat ditinggal mati pasangan yang sudah lama bersama.

“Ini adalah jenis kehilangan yang tak satu orang pun membahasnya,” kata Radosh. “Kalau kau tak bisa menghadapinya, ia akan berpengaruh buruk pada kesehatan fisik dan emosionalmu.”

Lebih parah, “Kau tak akan pernah siap untuk hubungan lainnya,” tambah Radosh pada The New York Times.

Stereotip tabu itu juga muncul karena ada anggapan bahwa orang tua tidak melakukan seks lagi karena tidak berhasrat. Padahal menurut Laporan dari The New England Journal of Medicine, dari 3.005 responden dalam sebuah studi, 73 persen responden usia 57-64 tahun, 53 persen responden dari 65-74 tahun, dan 26 persen responden berumur 75-85 tahun masih aktif berkegiatan seks dan menikmatinya dengan pasangan.

Memang separuh dari responden mengaku paling tidak punya satu gangguan seksual, tapi tak berarti mereka kehilangan hasrat untuk melakukannya.

Kegelisahan Radosh ditelurkannya jadi sebuah penelitian yang ingin membuktikan bahwa keberadaan Perkabungan Seksual itu memang nyata. Bersama rekannya, Lina Simkin, melakukan survei pada 104 wanita berusia 55 tahun ke atas yang masih punya pasangan. Hasilnya, hipotesis Radosh lumayan jitu. Sebanyak 84 persen masih aktif melakukan seks. Hampir 3 dari 4 responden bilang akan merindukan seks jika pasangannya meninggal.

Infografik Kata Siapa Kami Tidak butuh

Mereka ingin membicarakan Perkabungan Seksual itu pada teman, tapi tidak jika mereka sendiri yang harus memulainya. Sekitar 76 persen berharap kawan mereka yang memulai pembicaraan tersebut. Perbincangan itu juga baru ingin dibagikan jika kawan mereka sama-sama janda atau perempuan berusia lanjut.

Separuh responden ingin bercerita pada kawan yang berusia 40-49 tahun. Sebanyak 26 persen ingin bercerita pada kawan berusia 70-79 tahun, sementara 14 persen ingin bercerita pada kawan berusia 80 tahun ke atas.

Menurut Radosh, alasan utama perempuan-perempuan itu enggan membahas kegelisahan mereka karena merasa bersalah pada diri sendiri sebab menganggap janda yang memikirkan seks adalah jahat. Stereotip-stereotip ini tentu terjadi lebih banyak pada perempuan (janda), sebab budaya patriarki adalah yang mayoritas ada di dunia.

Tracy Letts, penulis naskah film dan teater Broadway punya dialog tajam dalam naskah August: Osage County miliknya yang tersohor itu—untuk menggambarkan stigma yang dihadapi perempuan. Kurang lebih begini bunyinya:

“Perempuan (cuma) cantik ketika mereka muda, dan tidak setelahnya. Para pria masih bisa memelihara daya tarik seksual mereka meski usia sudah senja […] Perempuan cuma bisa tambah tua dan keriput.”

Oleh karena itu, Radosh mewanti-wanti para janda dan juga duda untuk mulai membicarakan perasaan kehilangan seksual yang intim itu pada terapis. Katanya, “Meski akan sangat canggung, tetap bicarakanlah. Biarkan teman dekat tahu kalau ini adalah sesuatu yang ingin kau bicarakan. Sangat penting untuk menormalisasi topik ini.”

Baca juga artikel terkait SEKS atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani