Menuju konten utama

Merinci Warisan Ranieri

Satu pembeda dari banyak pelatih hebat lain di dunia: Claudio Ranieri dikenal juru selamat banyak klub di liga Italia, Spanyol, maupun Inggris, yang nyaris koit.

Merinci Warisan Ranieri
Claudio Ranieri dipecat Leiscester City. Foto/Getty Images

tirto.id - Usai sudah kebersamaan indah yang sempat singgah antara Claudio Ranieri dan Leicester City. Sukses membawa The Fox ke puncak impian tertinggi dengan meraih juara Liga Utama Inggris musim lalu, hasil kerja Ranieri musim ini justru menukik drastis. Dan akhirnya, seperti yang sudah diperkirakan, Ranieri dipecat.

“Kami tidak pernah berharap bisa mengulangi capaian luar biasa tahun lalu. Tapi tetap bertahan di Liga Utama adalah harga mati,” kata Aiyawatt Srivaddhanaprabha, pemilik Leicester asal Thailand terkait pemecatan Ranieri, dirilis situs resmi klub.

Catatan 36 kali menang, 21 imbang, dan 24 tumbang dalam 81 laga yang diukir Ranieri sejak Juli 2015 kini tinggal kenangan. Kekalahan demi kekalahan yang kembali akrab dengan The Fox musim ini membuat pria asli Roma itu kian terpojok dan akhirnya benar-benar anjlok.

Hasil nihil 1-0 dari klub papan tengah Divisi Tiga, Millwall, di Piala FA, disusul skor minor 2-1 kala bertandang ke markas Sevilla di Spanyol dalam lanjutan Liga Champions kurang dari sepekan berselang, menjadi pungkasan kerja Ranieri di Leicester City.

Sang Pencerah Karier

Salah satu warisan berharga Ranieri adalah sentuhannya melahirkan sejumlah pemain berkualitas. Di Leicester City saja, ia sukses menaikkan level kebintangan pesepakbola yang semula nyaris tanpa pamor macam Riyad Mahrez, Jamie Vardy, Danny Drinkwater, dan tentu saja N’golo Kante, menjadi pemain tersohor.

Tentang Ranieri dan Leicester: Elegi Esok Pagi Leicester City
Kapten Chelsea, John Terry, juga sudah seharusnya berterima kasih kepada Ranieri. Musim 1998/1999, Terry masih bek muda yang baru saja dipromosikan ke skuat senior The Blues. Hanya 2 laga Liga Utama yang dirasakannya dalam satu musim itu, ditambah 4 pertandingan di musim berikutnya.

Kedatangan Ranieri ke Stamford Bridge pada 18 September 2000 mengubah nasib Terry. Ranieri langsung memberi kepercayaan lebih kepadanya dengan tampil di 22 laga musim 2000/2001. Sejak itu Terry menjadi andalan lini belakang Chelsea dan menjelma sebagai salah satu bek tengah tertangguh yang pernah dipunyai Inggris.

Selain Terry, cukup banyak pemain The Blues yang merasakan karier cemerlang di bawah bimbingan Ranieri, sebutlah William Gallas, Damien Duff, Joe Cole, Glen Johnson, juga Frank Lampard.

Ranieri adalah orang yang menanamkan pondasi kuat dan menjadi manajer Chelsea pertama di era kepemilikan Roman Abramovic hingga akhirnya The Blues menjelma salah satu klub paling diperhitungkan di Inggris dan Eropa sampai saat ini.

Jauh sebelumnya di Italia, ada duo legenda hidup Fiorentina, Francesco Toldo dan Rui Costa. Toldo adalah penjaga gawang didikan AC Milan yang nasibnya tak menentu pada awal dekade 1990-an. Alih-alih masuk skuat utama Rossoneri, ia justru dipinjamkan ke trio klub semenjana: Hellas Verona, Trento, dan Ravenna.

Sejak musim 1993/1994, garis nasib Toldo berubah. Ranieri yang baru saja ditunjuk sebagai pelatih Fiorentina mengadopsi sang kiper yang telah disia-siakan di San Siro. Ranieri menempatkan Toldo sebagai pilihan utama di bawah mistar gawang La Viola. 33 laga bersama Fiorentina dijalani Toldo di musim pertamanya dan sejak itu tak tergantikan.

Bahkan setelah Ranieri hengkang pada 30 Juni 1997, posisi Toldo sebagai kiper utama Fiorentina nyaris tak tersentuh. Toldo menjadi salah satu penjaga gawang Italia terbaik dalam periode itu meski di level tim nasional kalah bersaing dengan Gianluigi Buffon, kecuali ketika ia tampil heroik saat mengantarkan Italia sebagai runner-up Piala Eropa 2000.

Rui Costa juga pernah diberkati Ranieri. Aksinya di Portugal bersama Benfica memang cemerlang, tapi belum terlalu dikenal sebelum Ranieri membawanya ke Fiorentina pada 1994/1995. Selanjutnya tak perlu dibahas panjang, Rui Costa masuk ke jajaran gelandang top dunia dan menjadi bagian generasi emas Portugal kala itu.

Sentuhan ajaib Ranieri terus berlanjut dengan menghasilkan begitu banyak pemain bintang di klub-klub selanjutnya meskipun ia tidak pernah menjadi pelatih yang benar-benar dianggap digdaya laksana Fabio Capello, Carlo Ancelotti, atau Jose Mourinho dan Pep Guardiola di era kekinian.

Infografik Claudio Ranieri

Spesialis Tukang Servis

Dibandingkan dengan mereka yang telah membawa klubnya meraih banyak trofi bergengsi, Ranieri cenderung lebih berperan sebagai pelatih spesialis tukang servis. Ya, ia ibarat mesias yang datang untuk menyelamatkan klub-klub yang sedang oleng bahkan nyaris karam.

Fiorentina pernah merasakannya. Musim 2002/2003, La Viola harus turun jauh ke Serie C akibat kebangkrutan setelah cukup lama turut meramaikan persaingan di papan atas Serie A. Semusim berselang, Fiorentina promosi ke Serie B dan Ranieri didatangkan untuk mengembalikan Si Ungu ke habitat aslinya.

Kinerja Ranieri langsung terlihat nyata. Fiorentina mendominasi di Serie B musim 2003/2004 itu dengan hanya menelan 5 kekalahan dan memuncaki klasemen sehingga berhak kembali berlaga di liga kasta utama musim berikutnya. Tak hanya itu, La Viola bahkan dibawanya meraih trofi Coppa Italia 1995/1996 dan Piala Super Italia di tahun yang sama.

Kecakapan Ranieri menular ke Valencia. Sebelum ia datang, skuat Mestalla terdampar di urutan 10 klasemen La Liga Spanyol musim 1997/1998. Tak perlu waktu lama, Ranieri membawa Valencia ke peringkat 4 dan 3 di dua musim berikutnya, serta menjadi penganggu serius bagi kemapanan Barcelona dan Real Madrid.

Satu dasawarsa berselang, Ranieri kembali datang sebagai penyelamat. Kali ini untuk Parma, klub Italia jawara dua kali Piala UEFA yang guncang dan nyaris terbuang dari Seri A pada musim 2006/2007. Ranieri diboyong dan langsung berhasil menolong. Gialloblu pun selamat dan batal turun kasta.

Namun, Ranieri hanya bertahan setengah musim di Parma karena Juventus membutuhkannya. Sepeninggalnya, Parma kembali limbung dan kali ini benar-benar terlempar dari Serie A seiring ancaman pailit yang melilit mantan klub mapan yang kini tenggelam itu.

Servis Ranieri juga dinikmati Leicester City. Bertahun-tahun berkutat di luar level tertinggi, dan saat naik ke Liga Utama Inggris pun nyaris terdegradasi, sejarah muram klub Inggris yang berdiri sejak 1884 itu berbalut tinta emas berkat sentuhan midas Ranieri.

The Fox menjadi raja semusim, begitu pula dengan Ranieri yang meraih seabrek penghargaan gemerlap sepanjang musim 2015/2016. Hanya saja, keajaiban memang sulit terulang, dan Ranieri sangat memahami itu jauh-jauh hari. Dan kemarin, 24 Februari, ia harus pergi dari Leicester City.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Fahri Salam