Menuju konten utama

Meretas Akun Politikus di Medsos: Bikin Simpati atau Antipati?

Banyak politikus akun 02 diretas. Bagi pengamat, ini memang menguntungkan mereka karena mungkin memperoleh simpati masyarakat.

Meretas Akun Politikus di Medsos: Bikin Simpati atau Antipati?
Ilustrasi Hacker mencuri data. iStockphoto/Getty Images

tirto.id - Akun Twitter bekas staf khusus Menteri ESDM Said Didu, @saididu, diretas Sabtu (13/4/2019) lalu. Said mengaku mulai tidak bisa mengakses akunnya saat menyaksikan debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta.

Pada hari yang sama sekitar pukul 23.00 WIB, @saididu lantas mengunggah konten dengan narasi yang menjelek-jelekan Abdul Somad, ustaz yang telah menyatakan dukungan untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sementara Said Didu sendiri, kita tahu, adalah anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Artinya, dalam konteks Pilpres 2019 keduanya ada di satu kubu.

Salah satu akun Twitter bernama @digembokasli (kini sudah di-suspend) lantas menuduh Said Didu bersandiwara saja. Dengan kata lain, sebetulnya tak ada peretasan. Mereka sedang memainkan playing victim.

Penjelasannya kira-kira begini: dengan mengarahkan tuduhan ke pendukung pasangan 01 (Joko Widodo-Ma'ruf Amin), maka masyarakat akan melihat bahwa mereka berpolitik dengan cara-cara yang tidak pantas.

Harapannya orang-orang akan antipati, dan sebaliknya, simpati kepada 02.

Namun Juru Bicara BPN Ferdinand Hutahaean membantah tuduhan itu. Ferdinand adalah salah seorang yang mengklaim akun media sosialnya diretas. Foto syurnya diunggah di Twitter. (Ferdinand bahkan membuat akun Twitter baru karena akun lamanya, @Ferdinand_Haean, tak juga kembali ke tangannya).

"Pendukung Jokowi ini pada tolol-tolol," kata Ferdinand kepada reporter Tirto, Senin (15/4/2019) lalu. "Masak kami playing victim, sih?"

Ferdinand menegaskan kalau dugaan itu semakin tak berdasar dengan mengatakan kalau media sosial adalah saluran komunikasi paling efektif untuk bisa menyampaikan kritik ke penguasa sekaligus konsolidasi.

Jika jalur itu terputus, maka dua hal tadi jadi sulit dilakukan.

"Enggak perlu kami playing victim [untuk] mendapatkan simpati dan empati. Kami sudah mendapat itu tanpa harus merusak martabat kami di media sosial."

Kasus ini, kata Ferdinand, malah membikin pihaknya rugi. Oleh sebab itu beberapa pendukung Prabowo-Sandiaga memainkan narasi bahwa ada yang menargetkan pendukung 02 sebagai target serangan.

"Setidaknya narasi itu bisa mengimbangi [tudingan playing victim]," katanya lagi. "Publik kan bisa menilai nanti."

Dampak Peretasan

Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, mengatakan terlepas dari bantahan Ferdinand, simpati atau empati yang muncul akan dipengaruhi oleh seberapa kuat argumen dan bukti-bukti yang muncul.

Jika yang lebih kuat adalah klaim bahwa tudingan peretasan itu benar, maka 02 bisa jadi mendapat simpati masyarakat. Namun jika playing victim-lah yang dianggap benar, maka kubu 02 akan dihujat. Dengan kata lain, mendapat antipati.

"Ini masalah perang narasi saja," kata Ismail kepada reporter Tirto.

Sampai saat ini, menurut Ismail, yang lebih kuat adalah dugaan bahwa akun para politikus 02 memang diretas. Sebab selama ini cuitan Said Didu tak pernah aneh-aneh. "Karena orang melihat karakter Said Didu tidak pernah menebar fitnah yang murahan," jelas Ismail.

Karena karakter itu pula @saididu jadi salah satu akun yang paling berpengaruh di antara 50 influencer Prabowo-Sandiaga. Drone Emprit menemukan kalau ketika debat keempat Pilpres 2019, akun Said Didu mendapat 6.886 balasan komentar.

"Itu tokoh yang ketika perdebatan segala macam, komen-komen mereka susah dibantah," katanya.

Hal serupa dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin. Ia mengatakan dampak peretasan memang lebih menguntungkan 02.

"Secara teori, ya, simpati. Karena mereka seolah-olah dizalimi, dikerjai, dan pihak yang dirugikan. Itu akan mendapat simpati publik. Mereka yang mendapat keuntungan dan imbasnya merugikan 01," kata Ujang kepada reporter Tirto.

Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong, sadar dampak tersebut. Karena itu ia menegaskan kalau tim kampanye tidak bermain curang. Bermain curang hanya akan merugikan diri mereka sendiri.

"Kami mendapat tuduhan, padahal belum tentu juga, kan. Ini juga merugikan demokrasi karena ada tuduhan tanpa bukti," kata Usman.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino