tirto.id - Seorang pria mengenakan batik lengan panjang meniup peluit dan mengacungkan buku berwarna kuning sesaat setelah Presiden Joko Widodo mengakhiri sambutan dalam Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia (UI), Jumat (2/2/2018) lalu.
Aksi yang hanya berlangsung beberapa detik ini direspons langsung oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Pria itu adalah Ketua BEM UI Zaadit Taqwa, digiring keluar dari Balairung UI, Depok, Jawa Barat.
Reaksi muncul dari banyak pihak, termasuk dari Jokowi sendiri. Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengaku sama sekali tidak mempersoalkan aksi Zaadit. "Yang namanya aktivis muda, mahasiswa, dinamika seperti itu biasa. Saya kira ada yang mengingatkan, itu bagus sekali," kata Jokowi di Situbondo, Jawa Timur pada Sabtu (3/2/2018) kemarin, seperti diberitakan Antara.
Aksi protes sebagaimana ditujukan kepada elit politik seperti kemarin bukan lah kali pertama terjadi di UI. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sejumlah pejabat dan tokoh negara juga pernah didemo ketika datang ke "kampus kuning" oleh sekelompok mahasiswa dari beragam golongan.
Pada 8 Maret 2010 misalnya, Front Aksi Mahasiswa UI (FAM UI) menghadang mobil yang mengawal Menkeu Sri Mulyani. Ketika itu Sri Mulyani berencana menghadiri kuliah di Fakultas Ekonomi UI.
Aksi tersebut diperbincangkan oleh civitas akademika UI dalam berbagai forum, termasuk di Anakui.com. Debat berlangsung antara yang pro dan kontra.
Masih di tahun yang sama, tepatnya pada 10 November 2010, demonstrasi juga dilakukan dalam rangka "menyambut" Barack Obama yang ketika itu masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Ketika itu Obama pidato soal banyak hal di depan mahasiswa baru, termasuk soal kegemarannya menyantap "sate" dan "nasi goreng" yang kemudian jadi viral.
Patriot Muslim, salah satu peserta aksi, mengatakan bahwa mereka menolak Obama masuk UI karena kebijakannya terhadap Timur Tengah. Patriot ketika itu tergabung dalam Pandu Budaya, organisasi di bawah BEM Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI. Ketika itu kelompok lain juga menyelenggarakan aksi serupa, seperti FAM UI, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Salam UI.
"Kami saat itu memprotes soal perang-perang Timur Tengah yang dilakukan AS," kata Patriot saat dihubungi Tirto, Minggu (4/2/2018).
Patriot juga mengatakan bahwa kedatangan Obama ke UI tidak tepat dalam momen Hari Pahlawan. Katanya, banyak tokoh lain yang lebih tepat untuk diundang.
Pada mulanya, ia dan kelompoknya berniat mendekat ke sekitar lokasi, yaitu di Balairung. Akan tetapi gagal karena penjagaan yang sangat ketat dari aparat.
"Akhirnya massa kita pecah. Berusaha masuk satu per satu, tapi tetap gagal. Cuma bisa sampai di depan gerbang karcis mobil. Di situ akhirnya kami kumpul lagi dan melakukan aksi (orasi dan teatrikal)" ujar pria yang saat itu menempuh pendidikan di Program Studi Belanda FIB UI.
Lain halnya dengan Patriot yang aksinya ditanggapi dingin oleh pihak kampus, aksi yang dilakukan Eko Yudhi Prasetya, Fakultas Kesehatan Masyarakat 2010, lebih mendapat respons. Bersama seorang teman, Yudhi sempat membentangkan spanduk yang ditujukan kepada istri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono, atau yang biasa disapa Bu Ani pada 2013 silam.
"Kami aksi karena baru saja ada rekomendasi dari ICW (Indonesia Corruption Watch) kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) agar mengusut pajak keluarga SBY," kata Yudhi kepada Tirto.
Awalnya aksi bakal dilakukan di depan Stasiun UI. Akan tetapi, rute mobil Ani Yudhoyono mengalami perubahan sehingga tidak melewati sekelompok mahasiswa yang sudah bersiap menyatakan pendapat. Yudhi kemudian berinisiatif bergegas mengejar mobil Ani ke kawasan Fakultas Hukum UI.
Menurut Yudhi, ketika spanduk protes dibentangkan di sekitar wilayah itu, mobil Ani melintas. Ani, kata Yudhi, sempat membaca tulisan di spanduk tersebut.
"Sesudah aksi, saya diajak untuk ngobrol di kantor UPT PLK (Unit Pengelola Teknis Pengamanan Lingkungan Kampus) UI. Kemudian sempat ditanya-tanyai juga di kantor polisi [Polres Depok]. Bahkan sampai ada Paspampres yang ikut menemui. Tapi setelah itu langsung dilepas," jelas Yudhi.
Baik Patriot maupun Yudhi, yang sama-sama pernah berkarier di BEM dalam periode 2012-2013, rupanya mendukung aksi yang dilakukan Ketua Zaadit Taqwa. Keduanya mengatakan bahwa sebaik apa pun pemerintahan Jokowi, tetap perlu dikritisi.
Patriot menyayangkan sikap Paspampres yang memaksa Zaadit untuk menghentikan aksinya. "Saya nggak bisa terima dengan perlakukan Paspampres. Paspampres tidak berhak menghalangi anak UI menyampaikan aspirasinya. Mereka tuan rumah di kampusnya sendiri," ucap Patriot.
Sementara itu, Yudhi menilai tiga isu yang coba disampaikan Zaadit tergolong wajar (kasus gizi buruk Asmat, rencana mengangkat pj gubernur dari TNI, dan draft peraturan baru organisasi mahasiswa). Menurutnya apa yang dilakukan Zaadit sebatas memanfaatkan momentum agar aspirasi diterima langsung oleh orang nomor satu republik.
"Mumpung beliau datang ke UI, maka BEM UI menyambut ala mahasiswa. Saya mendukung, meskipun memang masih ada yang perlu dievaluasi dari penyampaian masukan tersebut," kata Yudhi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino