Menuju konten utama

Mereka "Disembunyikan" Karena Perempuan dan Berkulit Hitam

Bagaimana tiga perempuan kulit hitam mengubah lanskap organisasi luar angkasa paling penting di dunia.

Mereka
Adegan dalam film Hidden Figures. FOTO/Fox Movies

tirto.id - Anda barangkali melewatkan twit admin akun twitter @TNI_AU, 5 Maret lalu, yang menjawab pertanyaan salah satu pengikutnya, "Jika ada perempuan berhijab yang hendak mendaftar jadi anggota, bagaimana baiknya?" Admin tersebut menjawab bahwa jika ada perempuan yang berhijab, lebih baik diarahkan menjadi istri TNI AU saja.

Sekilas, ini merupakan jawaban yang menggemaskan. Ini tentu lucu jika Anda menganggap bahwa perempuan berhijab tak punya kualifikasi untuk menjadi anggota TNI.

Tentu ada aturan bahwa perempuan boleh memakai hijab setelah lulus pendidikan, tetapi apa alasannya seorang perempuan berhijab tak boleh mendaftar? Aturan semacam ini kerap menghambat perempuan untuk maju, berkembang, dan memiliki karir gemilang. Padahal, siapa tahu perempuan berhijab yang dihalangi masuk TNI itu berpotensi menjadi prajurit bahkan perwira tinggi yang brilian?

Sejarah pun membuktikan bahwa perempuan yang diberi kesempatan bisa mengubah dunia dengan pengetahuan yang mereka punya.

Misalnya Marie Curie yang memperoleh penghargaan Nobel pada 1903 bersama suaminya, Pierre Curie, dan Henri Becquerel, untuk riset mereka terkait radioaktif. Ia kemudian mendapatkan penghargaan Nobel lagi, kali ini untuk dirinya sendiri, terkait Radium. Penghargaan ini membuat Marie menjadi orang pertama yang mendapat Hadiah Nobel sebanyak dua kali. Apa yang dilakukannya pun mengubah dunia medis.

Lantas bagaimana perempuan-perempuan lain mengubah dunia? Adakah perempuan yang memiliki peran dalam perkembangan teknologi antariksa? Anda bisa memilih menonton Hidden Figures untuk menjawabnya.

Film ini mengungkapkan sejarah yang tak banyak diketahui orang tentang sosok perempuan di balik kesuksesan beberapa misi luar angkasa NASA di Amerika. Tidak hanya bicara tentang ide kesetaraan gender dan perjuangan kelas, Hidden Figures juga bicara tentang bagaimana pengetahuan dan ilmu bisa menundukkan rasisme.

Hidden Figures adalah film drama yang disutradarai oleh Theodore Melfi, sementara naskahnya ditulis oleh Melfi dan Allison Schroeder. Film ini dibuat berdasarkan buku nonfiksi yang berjudul sama dan ditulis oleh Margot Lee Shetterly. Mengapa Hidden Figures, baik sebagai buku atau film, penting ditonton?

Film ini menceritakan perjuangan tiga perempuan kulit hitam saat segregasi berdasarkan warna kulit terjadi di Amerika. Mereka menghadapi sentimen tapi juga mesti bekerja untuk kemajuan ilmu pengetahuan di negara itu.

Film ini menghadirkan Taraji P. Henson yang memerankan Katherine Johnson, seorang pakar matematika yang mengkalkulasi jalur terbang untuk Project Mercury dan berbagai misi luar angkasa Amerika, Octavia Spencer sebagai Dorothy Vaughan dan Janelle Monáe sebagai Mary Jackson. Tiga perempuan ini adalah peneliti, ilmuwan, dan intelektual penting di balik berbagai kesuksesan misi luar angkasa Amerika saat terjadi perang bintang melawan Uni Soviet.

Hidden Figures membawa kita ke 1961, saat Amerika Serikat berada di belakang Uni Soviet dalam kompetisi penerbangan luar angasa. Soviet memulai usaha untuk penerbangan luar angkasa melalui Sputnik, sebuah bola perak berdiameter 23 inci yang diterbangkan pada 4 Oktober 1957.

Kurang dari sebulan kemudian, Soviet mengirimkan Sputnik 2 dengan seekor anjing bernama Laika sebagai penumpang, Amerika Serikat tentu kalah jauh, maka untuk bisa mengalahkan aksi Soviet penerbangan luar angkasa berawak manusia adalah satu-satunya jalan.

Infografik Hidden Figures

Kompetisi ini membawa tekanan bagi ilmuwan fisika dan mereka yang berkecimpung dalam bidang antariksa di Amerika. Soviet berjalan jauh di depan, sementara mereka tak bisa melakukan apapun. Di tengah kecamuk perang dingin, luar angkasa adalah medan tempur. Amerika kian terpuruk dalam kompetisi antar-bintang saat Kosmonot Soviet, Yuri Gagarin, menjadi orang pertama yang terbang di orbit bumi pada 12 April 1961.

Sisanya, Anda perlu lihat sendiri bagaimana tiga perempuan yang menjadi komputer hidup saling bahu membahu memenangkan kompetisi antar-negara di bawah tekanan rasisme. Cerita ini menarik dan sangat relevan dengan kondisi hari ini, kala kebencian ras terhadap kelompok minoritas terjadi di manapun. Ketiga ilmuwan NASA tersebut bisa disejajarkan dengan dengan atlet-atlet bulutangkis Tionghoa Indonesia yang mengharumkan nama negara, tapi ironisnya dipertanyakan kewarganegaraannya lewat SKBRI.

Hidden Figures dirilis pada Natal tahun lalu oleh 20th Century Fox. Berbagai ulasan positif menyebut film ini sebagai tayangan bermutu yang membuka pandangan kita tentang teknologi dan peran perempuan. Dengan pendapatan lebih dari $206 juta di seluruh dunia, film ini juga mendapat penghargaan penting. Misalnya adalah tiga Oscars untuk kategori Best Picture, Best Adapted Screenplay, dan Best Supporting Actress. Film ini juga mendapatkan dua piala Golden Globes untuk kategori Best Supporting Actress dan Best Original Score.

Ada banyak hal yang perlu dilakukan saat memulai misi luar angkasa. Sebelum ditemukannya komputer, seluruh perhitungan dan kalkulasi terkait misi-misi penerbangan dilakukan secara manual. Maka, dipilih manusia-manusia dengan pemikiran brilian untuk bisa membuat perhitungan secara tepat. National Advisory Committee for Aeronautics (NACA), adalah organisasi yang menjadi cikal bakal lembaga antariksa Amerika, lantas mencari orang dengan kriteria itu di seluruh Amerika. Beberapa di antaranya adalah perempuan kulit hitam.

Mary Jackson Lahir di Hampton, Virginia pada 1921. Ia lulus dari Hampton Institute di jurusan Mathematics and Physical Science, lantas memulai karirnya sebagai guru sebelum kemudian bergabung dengan NACA. Di lembaga tersebut ia bekerja untuk mengumpulkan dan menganalisis data penerbangan yang digunakan untuk misi luar angkasa.

Capaiannya penting karena sebelum ditemukan superkomputer yang ada saat ini, kerja-kerja penghitungan dilakukan manual. Hanya mereka yang memiliki otak brilian bisa membuat penghitungan secara cermat dan tepat. Namun, Jackson tidak sendiri. Ada dua orang lain yang membantunya.

Katherine Johnson lahir pada 1918 dan memulai sekolah di West Virginia State College pada usia 13 tahun dan mulai kuliah pada usia 18 tahun. Johnson dianugerahi otak jenius yang bisa membuatnya meloncat banyak kelas dan setelah lulus pada 1937, ia menjadi guru sekolah, tapi pekerjaan ini tidak membuatnya puas. Pada 1953, Johnson bergabung dengan West Area Computing section di Langley, yang fokus pada pengembangan teknologi terkini saat itu.

Johnson bekerja sebagai peneliti data penerbangan. Beberapa persamaan matematika yang dihasilkannya digunakan untuk penerbangan luar angkasa. Johnson juga membuat analisis untuk misi Shepard's Freedom 7 pada 1961. Atas permintaan negara, ia melakukan hal yang sama pada 1962. Jasa dan capaian Johnson masih tidak bisa ditandingi hingga hari ini. Ia pensiun dari NASA pada 1986, lantas pada usia 97, di tahun 2015, ia mendapat penghargaan the Presidential Medal of Freedom, penghargaan tertinggi rakyat sipil di Amerika.

Dorothy Vaughan lahir pada 1919, ia bergabung dengan Langley Memorial Aeronautical Laboratory pada 1943 setelah memulai karirnya sebagai guru matematika di Farmville, Virginia. Namun, saat perang dunia kedua ia mendapatkan pekerjaan sebagai pemeriksa data. Pada 1949, Vaughan menjadi perempuan kulit hitam pertama di NACA yang mengawasi pekerja.

Saat NACA berganti menjadi NASA, ia menjadi salah satu analis di divisi komputer karena Vaughan merupakan pakar dalam hal FORTRAN, bahasa pemrograman komputer saat itu yang berkontribusi dalam peluncuran satelit bernama Scout (Solid Controlled Orbital Utility Test). Ia pensiun dari NASA pada 1971.

Baca juga artikel terkait PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Film
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani