Menuju konten utama

Meraba Modal yang Keluar dari Kantong Para Driver Go-Jek

Pulsa telepon, paket data, bahan bakar, dan sepeda motor menjadi modal utama untuk mendukung operasi sehari-hari para driver ojek online seperti Go-Jek.

Meraba Modal yang Keluar dari Kantong Para Driver Go-Jek
Aplikasi gojek . TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Pernahkah terpikir bagaimana para driver ojek online menyiapkan segala sesuatu sebelum mengantar ke tujuan Anda setiap hari? Sebagai anggota mitra perusahaan aplikasi transportasi ojek online, para driver harus punya modal yang dirogoh dari kantong sendiri, mulai unit kendaraan sepeda motor hingga uang untuk pulsa hingga paket data dan sebagainya.

Apakah modal operasi yang mereka keluarkan sebanding dengan penghasilan yang diraih?

Dalam konteks Go-Jek dengan 400 ribu driver di 50 kota di Indonesia, setiap individu driver memang punya karakter yang berbeda mulai dari sikapnya soal mengejar penghasilan setiap hari hingga ihwal keputusan menggantungkan penuh sebagai mitra atau sebaliknya.

Menjadi driver Go-Jek misalnya, tentu tak sama dibandingkan menjadi pekerja kantoran atau pekerja formal lainnya. Penghasilan yang naik-turun menjadi santapan sehari-hari. Penghasilan mereka harus ditebus dulu dengan modal yang harus dirogoh sedari awal. Bagi seorang pengemudi Go-Jek modal kerja itu ialah: pulsa, data, bensin, dan tentunya sepeda motor.

Wahyu, driver Go-Jek yang diwawancarai Tirto, ia pengguna sepeda motor Honda Vario biasanya menghabiskan biaya pulsa telepon Rp25 ribu per minggu. Selanjutnya, untuk menghubungkan smartphone dengan jaringan internet butuh Rp60 ribu.

Ia juga wajib mengisi bensin kendaraan Rp20-25 ribu per hari, sangat tergantung seberapa lama ia mengemudi. Menurut pengakuannya, jam kerjanya sejak 9.00 pagi hingga 10.00 malam atau 13 jam sehari. Jelas melampaui dari waktu kerja normal sektor formal yang hanya sekitar 8 jam per hari.

Dengan asumsi Wahyu mengambil libur satu hari setiap pekan, uang sebesar Rp640-760 ribu per bulan wajib disiapkan Wahyu sebagai modal menjadi driver Go-Jek.

Zulfikar, seorang driver Go-Jek dengan motor Yamaha Vixion, saat diwawancara mengaku menyiapkan uang senilai Rp60 ribu per bulan untuk membeli paket data internet. Ia juga harus merogoh Rp20 ribu, khusus untuk pulsa telepon.

Selain untuk data dan telepon, Zulfikar mengaku menghabiskan uang senilai Rp35.000 untuk bahan bakar motornya yang digeber hingga 13 jam per hari. Artinya, dengan asumsi Zulfikar mengambil satu hari libur tiap pekan, ia wajib menyiapkan dana senilai Rp1,380 juta per bulan guna menjadi driver Go-Jek.

Lalu ada juga Rony Indrawan, driver Go-Jek yang menggunakan sepeda motor Yamaha Jupiter. Rony mengeluarkan biaya Rp60 ribu untuk membeli paket data. Paket itu ialah paket khusus Go-Jek, hasil kerja sama antara Go-Jek dengan sebuah operator seluler. Uang Rp60 ribu ditukar dengan data sebesar 1GB dan 200 menit layanan telepon.

“Cukup 1 GB untuk menjalankan aplikasi Go-Jek sebulan, kalau nggak diganggu apa-apa. Kalau mau lebih aman 2GB,” ucap Rony kepada Tirto.

Rony masih harus menyiapkan Rp15 ribu untuk dua hari bagi pulsa telepon. Ia harus mengeluarkan uang hingga Rp40.000 untuk membeli bahan bakar motornya per hari. Dengan asumi Rony hanya bekerja 6 hari tiap pekannya, ia butuh modal senilai Rp1,2 juta per bulan untuk bekerja sebagai driver Go-Jek.

Berapa masing-masing driver Go-Jek memperoleh penghasilan?

Dari laman resmi Go-Jek, tarif layanan Go-Ride, nama resmi layanan ride-sharing berbasis motor, dipatok sebesar Rp1.500 per km untuk 10 km pertama. Selanjutnya, jika melebihi 10 km, tarif berubah menjadi Rp3.000 per km semenjak 10 km + 0,01 km. Tarif berbeda diberlakukan Go-Jek pada wilayah-wilayah tertentu.

Honda Vario, motor yang digunakan Wahyu untuk menjadi driver Go-Jek, memiliki tingkat konsumsi bahan bakar 59 km per liter. Dengan asumsi ia memilih bahan bakar berjenis Premium, dengan motornya itu Wahyu kemudian dapat mencapai jarak 177 km hingga 224,2 km per hari.

Ia bisa memperoleh 15 penumpang per hari. Jika dirata-rata, artinya tiap penumpang Wahyu pergi dengan jarak 11,8 km hingga 14,9 km. Berdasarkan hitungan itu, Wahyu memperoleh penghasilan Rp7,56-10,80 juta per bulan. Bila dikurangi dengan modal awal seperti yang disebutkan oleh mereka, Wahyu dapat mengantongi penghasilan Rp6,8 juta hingga Rp10,04 juta.

Sementara itu, Zulfikar yang menggunakan motor Yamaha Vixion, rata-rata menghabiskan 1 liter bahan bakar untuk menempuh jarak 37,5 km. Uang sebesar Rp35.000 per hari untuk membeli bahan bakar, jika diasumsikan memilih Premium, artinya Zulfikar menempuh jarak sejauh 199,81 km per hari.

infografik membandingkan ongkos ojek online

Menurut pengakuannya, Zulfikar memperoleh 15 penumpang per hari. Bila dirata-rata tiap penumpang kemudian menempuh jarak sejauh 13,3 km. Artinya, pendapatan Zulfikar bisa mencapai Rp405 ribu per hari alias Rp9,72 juta per bulan. Ia bisa dapat membawa pulang uang senilai Rp8.340.000 setelah dikurangi modal operasional yang dikeluarkan.

Angka penghasilan beberapa driver Go-Jek tersebut, belum memasukkan biaya konsumsi yang diperlukan driver Go-Jek setiap hari. Selain itu, jarak tempuh penumpang yang dihitung merupakan jarak rata-rata dengan mengasumsikan uang yang dipakai membeli bahan bakar keseluruhan dipakai hanya untuk mengantarkan penumpang, tidak untuk kebutuhan transportasi lain.

Biaya jajan, rokok, perawatan sepeda motor, parkir, hingga fluktuatif jumlah penumpang, tak diperhitungkan. Soal pembagian keuntungan antara pihak Go-Jek dan driver pun tak masuk perhitungan. Namun, melihat hitungan kasar di atas kertas, menjadi driver Go-Jek memang memungkinkan bisa meraih penghasilan melampaui Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Pada 2018, UMP DKI Jakarta dipatok sebesar Rp3.648.035.

Untuk mendapat gambaran skala driver Go-Jek yang lebih luas lagi. Studi dari Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKAKOM UI) tahun lalu bisa memberikan tambahan gambaran soal penghasilan para driver Go-Jek.

Studi ini mengacu dari survei para driver Go-Ride sebanyak 3.213 responden yang aktif dalam 3 bulan terakhir, dari survei yang dilakukan 6-11 April 2017. Sampel mewakili populasi pengemudi di 15 lokasi, dengan 50 persen berasal dari wilayah Jabodetabek.

Yang menarik, 77 persen responden mengaku penghasilan mereka terutama yang menjadi pengemudi penuh waktu Go-Ride, meraih di atas rata-rata UMP nasional, menurut BPS sebesar sekitar Rp1,99 juta per bulan. Sisanya, 23 persen mengaku mendapatkan penghasilan di bawah rata-rata UMP.

Sebanyak 77 persen itu terbagi lagi, antara lain 5 persen yang mengaku mendapat penghasilan di atas Rp6 juta seperti yang dialami Wahyu dan Zulfikar. Sedangkan masing-masing 28 persen mengaku mendapat penghasilan antara Rp3,5-6 juta dan Rp2,5-3,5 juta per bulan. Selain itu ada 16 persen yang mengaku mendapat penghasilan hanya Rp2-2,5 juta.

Rincian dari driver yang mengaku mendapat penghasilan di bawah rata-rata UMP, masing-masing 13 persen hanya Rp1,5-2 juta per bulan, ada 8 persen yang mendapat Rp 1-1,5 juta, dan terakhir 3 persen hanya dapat per bulan kurang dari Rp1 juta.

Sebagai pembanding, penghasilan driver yang tak penuh waktu alias masih menyambi pekerjaan lain selain sebagai driver, mengaku sebanyak 69 persen mendapat penghasilan di atas rata-rata UMP nasional, dan sisanya 31 persen sebaliknya. Namun, penghasilan bulanan mereka yang di atas Rp6 juta hanya 3 persen saja.

Ini menunjukkan, seorang driver Go-Jek memang bisa mendapat penghasilan di atas Rp6 juta per bulan tapi hanya sedikit yang mampu. Pengalaman yang dialami Wahyu dan Zulfikar ia harus bekerja sampai 13 jam per hari di jalan raya.

Modal uang yang mereka keluarkan akan sebanding dengan penghasilan apabila mereka menebusnya dengan waktu kerja. Sehingga modal utama driver sesungguhnya adalah menghabiskan waktu bersama aspal di jalan lebih lama dari waktu orang-orang bekerja pada umumnya.

Baca juga artikel terkait GO-JEK atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra